Minggu, 19 Januari 2014

Menuju Kota Budaya Jogja

Bissmillah

Agung & Budi di BIM (Bandara Internasional Minangkabau)
Perburuan tiket pesawat murah untuk penerbangan Padang ke Jakarta telah usai. Itulah tiket termurah kami dengan harga delapan ratus tujuh puluh empat ribu rupiah. Hargi ini lah yang paling murah saat itu, walau sebenarnya banyak yang lebih murah pada hari-hari sebelumnya, tapi apa boleh buat, kami tidak bisa baru saja bisa mencairkan dana untuk membeli tiket pada H-1 sebelum menuju Jakarta. Dengan harga tiket "termurah" itu kami mendapatkan maskapai penerbangan Sriwijaya AIr, walau kapasistas pesawatnya kecil tapi sudah mengantarkan kami sampai di Jakarta dengan selamat. Dan kami mensyukuri semua itu, Alhamdulillah kami bisa terbang kembali melintasi hutan Andalas yang luas ini dan menyebrangi selat sunda yang menghubungkan antara pulau Sumatera dengan pulau Jawa yang Karismatik itu.

Pesawat Sriwijaya AIr jenis Boeing, menerbangkan kami menuju Ibu Kota NKRI. Check in pukul 13.30 di Bandara Internasional Minangkabau tanpa bagasi. Barang bawaan kami dibawa masuk ke dalam kabin semua. Boarding pass telah kami lunasi dan langsung menuru ruang tunggu untuk kelas penerbangan domestik. Pada tiket tertera jadwal leanding pukul 14.15 WIB, namun sedari kami selesai check in sampai waktu yang telah ditentukan untuk leanding telah tiba, kami belum juga dipanggil untuk memasuki ruang pesawat boro-boro dipanggil melihat pesawatnya terparkir di landasan aja belum ada. Ya, ini lah wajah transportasi milik kita yang penuh dengan toleransi (untuk keseringan dilai, semoga ke depan semakin baik). Dan buah penantian kami terjawab dengan datangnya maskapai Sriwijaya Air dengan ukuran mungil (hehehe tak semungil Susi Air), tepat pukul 15.10 WIB kami dipanggil untuk memasuki kabin pesawat. Setelah memeriksakan tiket kepada petugas Bandara, kami menyusuri lorong menuju pesawat. Karena nomor bangku yang akan kami duduki adalah bangku paling belakang maka kami masuk pesawat lewat pintu belakang. Ini menjadi keuntungan bagi kami yang belum merasakan berfoto dengan pesawat secara langsung (heheheheeee gak apa apa, buar cerita anak cucu). Melalui tangga barurat kami turun dari bandara yang langsung terhubung dengan landasan pesawat (tempat pesawat parkir, hehehe). Kamera yang ada di pinggang Budi aku minta dan ku persilakan Agung n Budi untuk ambil posisi untuk ku ambil gambar, beberapa gambar tertangkap kamera yang ku pegang.
Setelah menunggu lama, Naik juga hehehe
Entah berapa kali ku tekan tombol capture, sampaai sampai sambil jalan dengan satu tangan kiri menenteng kardus "Kristine Hakim" tetap ku tekan mengikuti langkah Budi dan Agung menaiki tangga pesawat. Dan kami langsung leanding, berbagi cerita kami bertiga di dalam pesawat, seperti biasa penuh dengan guyonan. Dan setelah mengudara, kami tersadar banyak bangku yang kosong di dalam pesawat. yaa, ini menjawab keheranan kenpa tiket kami mahal, hehheeeee. ok tidak mengapa, dan seperti biasa, suasana kabin pesawat membuat ku ngantuk dan wuuuuuuuuzzzzzzzzz,, tertidur lah.

Budi, yang ada di samping ku membangunkan ku. Suara dari ruang kemudi mengintruksikan agar penumpang untuk mengenakan kembali sabuk pengaman, karena pesawat akan segera mendarat di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Alhamdulillah kami mendarat dengan selamat, walau pendaratan kali ini agak mengejutkan, karena aku sempat terlompat sedikit dari bangku yang ku duduki, reflek tak henti hentinya mulutku komat kamit beristighfar dan mohon do'a keselamatan.

Awan
Masih melalui pintu belakang pesawat kami turun dengan dipandu oleh pramugari dan pramugara yang rapi dan bersih serta senyum ramahnya dengan sapaan "Trimakasih Telah terbang bersama kami Sriwijaya Air". Dengan senyum simpul ku balas keramahan mereka dan langsung bergegas keluar pesawat. Mengejar waktu kami tak peduli dengan barang bawaan kami yang berat di punggung dan tangan kami, terus berjalan cepat menuju pintu keluar Bandara.

Loket Bus Damri menjadi arah kami berjalan. Masih di dalam Bandara, dengan berjalan cepat menuju pintu kelauar. Di muka pintu keluar telah berjubel banyak kerumunan orang menghadap ke dalam Bandara, ada yang menjemput famili, kerabat atau rekan bisni, ada pula para sopir taxi dan travel yang mencari penumpang dan tentu saja ada petugas bandara yang mondar mandir mengumpulkan troli. Karena barang bawaan kami tidak ada yang ditaruh dalam bagasi maka tak perlu menunggu bagasi dan langsung saja keluar bandara. Dengan langkap percaya diri kami terus berjalan cepat, berbagai tawaran sopir taxi dan travel untuk menggunakan jasa mereka kami tolak dengan senyuman dan jawaba "Damri!!!". Bebagai tanggapan dari beberapa sopir taxi dan travel yang menawarkan jasanya ke kami, ada yang langsung mengerti dan langsung pergi mencari target penumpang lainnya dan ada juga jang masih saja mengiringi langkah kami sambil terus membujuk dan memberi pertimbangan harga yang katenya tidak jauh beda dengan ongkos Damri dan disertai keuntungannya adalah lebih cepat dan tidak akan terjabak macet. Kami tetap kukuh dengan pendirian kami untuk naik Damri.

Tiga tiket Damri dengan tujuan Stasiu Gambir telah kami kantongi. Ternyata memang benar banyak sekali antrian menunggu bus bus Damri dengan berbagai tujuan. Kami pun duduk di samping pagar pembatas taman dengan jalan tempat Damri menaikan penumpang. Kurang lebih 30 menit kami menunggu Damri dengan tujuan Stasiun Gambir. Terasa sedikit laga setelah kami bisa duduk di dalam Damri. Damri yang kami tumpangi pun berjalan. Namun setelah berjalan kurang lebih tiga kilometer, Damri harus berhenti cukup lama tepat di halte atau pintu keluar bandara khusus kendaraan pengangkut penumpang. Entah apa lah yang sedang diurus oleh sopir dan awak damri itu. Bertambah lah lagi keresahan kami. Keresahan kalau-kalu tidak kebagian tiker kereta untuk perjalanan berikutnya menuju Jogja. Kami hanya pasrah, kami harus terima dengan keputusan yang telah kami buat, tidak mau menyesali tawaran sopir travel dan taxi tadi. Kami hanya terus berharap dan berdo'a agar tetap kebagian kereta menuju jogja untuk malam itu juga. karena keesokan harinya kami harus mempresentasikan karya kami di hadapan juri dan khalayak ilmiah di kampus UNY.

Udara dingin Air Condentioner (AC) dalam kabin damri menambah kami tidak nyaman, padahal hembusan udara yang dihasilkan blower AC mobil itu yang tepat di atas kepala ku sudah ku tutup rapat-rapat, tapi tetap saja dingin menerpa tubuh kami (maklum saja, kami orang desa yang tidak betah dengan udara yang didinginkan terlalu sejuk seperti AC, kami biasa dengna udara yang alami, hehehehe). Damri pun melaju melewati gedung-gedung tinggi Ibu Kota. Waktu sholat magrib telah lewat, sehingga kami memutuskan untuk menjamaknya dengan sholat Isa. Beruntung damri memilih jalur Tol dalam kota untuk sampai di stasiun Gambir, walau kemacetan tetap saja melanda penggunanya tapi setidaknya tidak separah di luar Tol. 

Matahari sudah benar benar tenggelam (7 Nopember 2013), kilauan cahanya yang dipancarkan gedung-gedung pencakar langit menggantikan Matahari malam itu. Sempat terlinas di fikiranku "Berapa besar enegi listrik yang digunakan DKI dalam sebulan, dalam sehari, dalam satu jam, dalam satu deti", ya tentang energi. Mungkin sepintas pikiran ku ini akibat keresahan hari esok untuk mempresentasikan karya kami yang juga bertema tentang Energi. Ya benar "Indonesia Negeri 1001 Energi", begitu lah tema acara untuk hari esok (8 Nopember 2013). Setiap gedung dan setiap yang berdiri tegak di DKI sudah pasti ada lampunya dan terlebih lagi pasti terdapat papan-papan iklan yang juga bercayaha dan sudah tentu menggunkan listrik. Bahkan ada satu gedung pencakar langit yang seluruh temboknya dipenuhi lampu LED (light emiting dioda). Lekuk-lekuk tubuh gedung dengan lampu LED itu membentuk sebuah layar raksasa bak layar televisi di rumah-rumah namun berukuran saksasa menampilkan tanyangan video klip iklan silih berganti. Cahanya dari layar itu membuat terang bendenrang radius satu kilometer daerah sekitar gedung itu, sampai sampai menyilaukan mataku yang mulai lelah dan mengantuk.

Sampai lah kami di Stasiun Gambir. Tampak agak sepi pelataran parkir di stasiun gambir, hanya dipadati dengan berbagai jenis kendaraan roda empat yang dan petugas parkirnya saja. Sekitar pukul 20.00 WIB kami turun dari damri itu. Ternyata lumayan lama perjalanan dari Bandara Soekarno Hatta menuju Stasiun Gambir. Kembali kami berjalan menyusuri pelataran parkir stasiun Gambir, suasananya berbeda saat kami baru turun dari pesawat yang dikerumuni oleh para sopir taxi dan travel. Di Stasiun Gambir ini sepi tak ada yang mengrumuni, hanya ada seorang bapak paruh baya sopir Bajaj bertanya "mau kemana mas?", "Senen Pak" jawab ku singkat, "Naik Bajaj aja mas" Bapak pemilik Bajaj menawarkan jasanya. "Berapa ongkos yang harus kami bayar untuk sampai di Pasar Senen" tanya ku balik. "Tiga puluh lima ribu saja" jawab bapaknya, "Berangkat pak" jawab ku tanpa pikir panjang. Kami bertiga masuk ke dalam satu Bajaj dengan tas punggung yang besar-besar dan kardus "Kristine Hakim" ku yang sangat berharga bagi ku. Setelah kami duduk semua dalam bajaj dan bapaknya telah menarik engkol starter, keraguan ku soal harga muncul dan kutanyakan kembali ke bapak sopirnya "Pak, Tiga Puluh Lima Ribu itu untuk bertiga kan pak", dengan bijak dan detail bapak sopir meyakinkan ku "iya mas, tenang aja itu harga pas dan bapak antar sampai pintu loket tiket kereta di pasar senen nanti". Dengan senyum penuh keikhlasan Bapak sopir menutup penjelsannya dan kembali menarik engkol starter bajajnya.

Stasiun Pasar Senen dengan wajah barunya menyambut kedatangan kami bertiga. Loket untuk pembelian tiket yang satu tahun lalu pernah ku hampiri untuk menempuh perjalanan dari Jakarta ke Semarang telah berpindah tempat. Keadaan ini membuat ku senang dan juga sedikit was was. was was bukan karena kebingungan mencari tempat pembelian tiketnya, was was takut terlalu lama menemukan loketnya dan kami dan kami tidak kebigain tiket untuk ke Jogja, karena loket pembelian tiket di stasiun kereta yang kita punyai sekarang hanya melayani sampai batas jam 21.00. Hal ini karena PT KAI Indoensia telah bekerjasama dengan PT Indomarco Prismatama, yaitu sebuah perusahaan jaringan peritel waralaba di Indonesia yang merupakan jaringan minimarket waralaba Indonesia yang menyediakan kebutuhan sehari hari. Kerjasama yang dilakukan adalah berupa penjualan tiket kereta api pada setiap swalayan Indomart yang telah tersebar di seluruh Nusantara (begi daerah yang sudah terjamah Indomart), dimana swalayan ini buka 24 jam dalam sehari. Jadi seharusnya kita bisa membelinya kapan saja di Swalayan Indomart terdekat. Selain itu pihak KAI juga telah menyediakan penjualan tiket via Online di internet. Namun karena keberangkatan kami yang baru mendapatkan tiket pesawat H-1 jadi hasil pencarian tiket kereta online adalah nihil, semua tiket telah terjual untuk waktu yang kami inginkan itu.

Rambu-rambu yang terpajang di koridor stasiun membawa kami ke loket pembelian tiket. Beruntung, dengan adanya rambu-rambu itu jadi semakin modern Stasiun kita, yang jelas ini efektif bagi turis. Dan apakah kami juga bisa disebut TURIS?,, heheheee bisa jadi.... dengan adanya modernisasi stasiun ini ada baiknya dan ada juga sisi negatifnya. Walau kebanyakan dari kita saat ini menilai stasiun saat ini semakin teratur dan pelayanannya semakin baik. Tapi dengan rambu-rambu ini sepertinya menghilangkan unsur budaya Timur untuk saling menyapa orang-orang di sekitar kita, dengan dipasangnya rambu-rambu itu tentu kita tidak perlu lagi bertanya dengan orang-orang di sekitar... hehehee itu refleksi dikir si untuk modernisasi stasiun kita. Tapi sejauh ini baik baik saja, tinggal bagaimana kita menggukannya, kalo soal untuk bertanya apa salahnya gunakan rambu-rambu dan juga bertanya seklaigu dengan petugas atau orang yang ada di sektir stasiun. Dan aku yakin semua itu dilakukan PT KAI untuk keteraturan, ketertiban, dan kenyamanan stasiun. Karena Walau bagaimanapun stasiun adalah fasilitas publik yang sangat ramai oleh berbagai kepentingan orang. Bukan hanya untuk mereka yang menggunakannya sebagai tempat perhubungan transportasi saja tapi juga untuk mereka mencari penghasilah dengan semua jenis usahanya. Dengan begitu Stasiun sudah semestinya ditertibkan dan ditingkatkan pelayanannya sebagaimana fungsi utamanya adalah tempat penghubung transportasi dari satu daerah ke daerah lainnya.

Hanya ada beberapa loket tiket saja yang masih ada petugasnya dan semua penuh dengan antrean calon penumpang. Walau sudah dipisah-pisah antara tempat pembelian tiket, tempat penukaran tiket, tempat menanyakan jadwal keberangkatan kereta, tempat mengurus pembatalan keberangkatan dan beberapa tempat dengan fungsi yang berbeda, masih ada saja calon penumpang yang salah tempat, yang seharusnya untuk membeli tiket secarang langsun masih saja untuk bertanya jadwal keberangkata kereta-kerata yang akan berangkat dari stasiun Senen ini. Hanya maklum bagi kami yang sudah mengerti. Mungkin saja orang itu masih menganggap konsep layanan stasiun sama dengan yang dulu. Wajar, karena peningkatan kualitas layanan stasiun ini baru diresmikan beberapa bulan dari waktu itu. Kami mengantre di tempat customer service untuk mencari jadwal keberangkatan kereta yang menuju Jogja malam itu juga. 

Tibalah giliran kami di hadapan petugas. " Selamat malam, ada yang bisa saya bantu mas?" sambutan hangat dari petugas stasiun. "Mas amu lihat jadwal keberangkatan kereta jurusan Jogja untuk malam ini, kereta apa saja ya mas yang penting ekonomi" pintaku dengan wajah masih was was. Langsung tanpa menengok kanan atau kiri petugas customer service stasiun menjawab "Semua kereta untuk tujuan Jogja malam ini sudah penuh semua mas, bagaimana?", tetap dengan senyum ramahnya petugas itu menyampaikan informasinya. Aku terdiam, berfikir, dalam hati ku berkata "ah, bagaimana pun caranya malam ini juga harus berangkat ke Jogja. Untuk kedua kalinya petugas itu bartanya lagi "bagaimana mas, ada yang bisa saya bantu lagi mas?".

Sementara si Budi dan Agung di belakang menunggu kabar dari ku, sudah semestinya mereka berharap yang terbaik untuk kami bisa sampai ke jogja besok sebelum jam tujuh pagi. "masa' gak ada si mas, coba dicek lagi mas!" pinta ku kembali ke petugas customer service itu. Jawaban masnya hanya senyum ramah dan menggelengkan kepala. Aku sempat berfikir untuk berputar arah naik bus saja menuju terminal lebak bulus atau kampung rambutan, tapi itu cukup jauh dan memakan banyak waktu untuk sampai ke terminal itu. Ya kalo samapi di terminal itu langsung ada bus yang berangkat ke Jogja dan masih mau menerima tumpangan kami bertiga. ah itu akan memakan banyak waktu, tenaga dan yang jelas ongkos.

Ku lihat petugas itu sudah sedikit menurunkan kualitas keramahannya kepada ku, mungkin karena kelamaan aku duduk di kursi yang ada di hadapannya itu. Merespon sikap itu, langsung ku ajukan pertanyaan lagi "mas tolong carikan kereta yang masih bisa menampung untuk tiga orang jurusan kota mana saja yang terdekat dengan Jogja". Tanpa menjawab, petugas customer service itu langsung mengklak-klik mouse komputer yang ada di bawah telungkup tangannya. Dengan senyum yang agat berat dan nada bicara yang ditinggikan sedikit petugas customer service menjawab pertanyaan sekaligus permintaan ku, "ada mas, masnya ke Kutoarjo naik kereta Sawunggalih, bagaimana mas?", tanpa pikir panjang langsung ku iya kan "ok mas, ambil berapa harganya mas" sambil ku keluarkan dompet untuk membayarnya."Harganya Seratus enam puluh ribu rupiah mas, dan banyarnya tolong di loket pembayaran pemesanan ya mas" tegas dan runtut penjelasan mas petugasnya, banget senengnya aku langsung lari ke arah Agung dan Budi untuk mengabarkannya. Saat aku beranjak dari kursi tempat ku duduk, petugas memberiku peringatan penting "mas, cepetan dibeli tiketnya, lima menit lagi keretanya berangkat". "Trimakasih mas". hanya itu yang terucap ke petugas, dan tanpa aba aba Agung dan Budi mengikuti ku yang tergopoh-gopoh berlari menuju loket pemesanan tiket.

Tak sampai dua menit urusan pemebilan tiket selesai. Dan kami melanting ke tempat boarding, sambil berlari ku teriaki Budi "Bud, Tuku Aqua karo cemilan!!", karena aku pikir makanan di dalam kereta sudah pasti harganya selangit, walau pelayanan kereta sekarang sudah berbada tapi jera pengalaman sebelumnya yang membeli minuman bersoda seharga tiga puluh ribu rupiah yang seharusnya harga normalnya hanya lima ribu rupiah. Budi langsung berbelok ke swalayan yang disusul oleh Agung, dan aku tetap berlari menuju tempat boarding, yang ternyata sudah antre panjang. Mengekor lah aku diantrean boarding dan sepulum menit kemudian Budi dan Agung datang membawa kantong plastik yang sudah tentu berisi air mineral dan snack untuk pengganjal perut kami. Dari deretan antrean, kulihat wajah dua sahabat ku itu kelelahan dan sepertinya dikeningnya sudah muncul tulisan "saya lapar" ahahahaaaa,,.. ya memang terkahir kami makan sebelum dzuhur siang tadi di kontrakan. Bekal energi sepiring nasi dengan lauk dadar umii (ini sebutan makanan nasional saburai camp. yang bersahabat dengan kondisi dompet tapi rasanya lumayan nikmat, hehehe) sudah habis terkuras untuk perjalanan dari kontrakan di Airtawar Barat kota Padang sampai ke Stasiun Pasar senen yang begitu menguras energi dan emosi (ahahaha lebay)...

Setelah melewati petugas Boarding, kami langsung menuju jalur satu stasiun pasar senen. Menyusuru lorong dengan tangga yang tegak, mungkin dengan kemiringan enam puluh derajat, membuat kami ngos ngosan juga menuruni dan menaikinya. Seperti kepiting yang keluar dari lubang persembunyiannya, kami muncul dari lorong itu, dan tampaklah seekor Naga  yang terbuat dari baja itu di atas lintasannya sedang berdiam diri menunggku kami. Banyak kerumunan penumpang dan petugas stasiun di samping Naga baja bernama Sewunggalih menunggu sang masinis menaiki ruang kemudi. 

Berdesak-desakan kami memasuki gerbong. Sempat kebingunan juga kami harus masuk di gerbong mana, kami pun bertanya kepada petugas dengan menyerahkan tiket kami. oh ternyata tempat duduk kami ada yang berbeda gerbong. Aku dan Budi di Gerbong empat dan Agung di Gerbong Lima, tapi tempat duduk kami hampir berdekatan, karena aku dan budi berada ditempat duduk paling belakang di gerbong empat dan agung di temapat duduk paling depan di gerbong lima. Jadi hanya dipisahkan oleh dua pintu gerbong saja dan dihubungkan oleh penghubung gerbong itu sendiri.

Tas kami letakan di pangkuan kami, sebenernya tempat bagasi masih banyak yang kosong, lagi-lagi karena trauma dengan pengalaman, aku pernah kehilangan Notebook di travel. Padahal notebook berada dalam tas. Dan sekarang kami tidak mau itu terjadi kembali pada kami. Sambil melepas lelah, kami makan roti dan meminum minuman manis yang dibeli tadi di swalayan. Sementara sang naga baja yang kami tunggangi mulai berjalan pelan sambil meneriakan suara khasnya. Terasa cukup terisi dan kami mulai mengantuk, tapi ada yang belum membuat nyaman walau perut sudah terisi, oh ya kami belum sholat magrib dan isa, aduh gimana, ini kan di dalam kereta. Sedangkan sampai di Kutoarjo tertera di tiket pukul 3.40. Wah bukanny itu sudah masuk waktu fajar. Kuputuskan untuk Sholat di dalam kereta dengan seadaanya berduduk di kursi.

"Presentasi sesok jamp piro", celetup budi. AH iya, langsung ku buka notebook ku yang selalu setia dengan chargernya, charger adalah cinta sehidup sematinya notebook ku. Tanpa ada charger notebook ku tak kan bisa hibup, hehehhee (lebai maning)... eh ada lagi, tanpa arus listrik juga mereka gak bakal bisa memadu cinta mereka,,,, hehehhe jadi ibarat cinta sejati, listrik adalah nafas cinta dua sejoli si notebook ku dan chargernya. hahahaaaaaaaaa,. dan alhamdulillah, sekarang kerata api dilengkapi dengan sumber arus yang bisa digunakan untuk keperluan penumpangnya. Biasanya si penumpang menggunakannya untuk mencharg HP, Notebook, Iped atau gadget gadget lainnya. Dan memang keperluannya untuk itu kalo melihat di brosur jadwal kereta yang tersedia dalam bentuk soft copy. Dan jarang sekali bahkan belum saya jumpai sumber arus itu digunakan oleh penumpang untuk menghidupkan rice cooker, dispenser, TV, Kulkas atau pompa air... ahahaha ini ngaco'....,,

Notebook ku menyala, dan ku cek random acara Mechanical Fair UNY 2013 yang telah ku download dari email ku yang dikirim oleh panitia. Acara dimulai hari Jum'at, tanggal 8 Nopember 2013 pukul 8.00 WIB sampai selesai. Sebenernya rangkaian acara Mechanical Fair udah dimulai sejak tadi sore, yaitu penjemputan finalis. Tapi kami sudah konfirmasi ke panitia bahwa kami sampai Jum'at Pagi sebelum acara dimulai, dan panitia mengijinkan dan menyanggupi untuk menjemput kami. Kriiiiiiiiiing..... khas nada tanda SMS masuk ke HP ku. ku buka, ternyata dari yudi. Yudi dan Dwi adalah finalis yang berbeda Tim dengan kami bertiga tapi satu kampus UNP dan mereka berdua sudah sampai duluan di Jogja dengan jalur udara Padang - Jogja. Ya kami melilih stengah perjalanan ditempuh menggunakan jalur udara dan separuh lagi menggunakan datar untuk efisiensi dana dan untuk memenuhi semua anggota tim kami bisa berangkat semua, dan memang kami bertiga berangkat dengan modal seadanya. Tapi hasilnya cukup memuaskan.
Trofi Juara 1 LKTIN Mechanical Fair UNY 2013
Trofi Juara satu berhasil kami serahkan ke fakultas sebagai bentuk pengabdian kami dan wujud kami bangga dengan FT UNP. "mas tim'e sampean oleh nomer undian nggo tampil presentasi antara nomer 1 karo nomer 8, pye milih sing endi", begitu isi SMS Yudi. Ku tepuk kening ku sendiri, "piye iki bud". "wes telpon panitiane ae sek" jawab budi. ku telfon panitia yang menangani pengundian tersebut dan bisa negosiasi, karena ada dua delegasi yang belum hadir termasuk kami bertiga, jadi untuk dua nomor itu dibuat nomor paling terakhir untuk tampil presentasi. Lega rasanya.

Notebook ku ku matikan dan gantian laptop budi dinyalakan. Kami pun mengerjakan Power Point untuk tampil dalam presentasi finalis LKTIN Mechanical Fair di dalam kereta. Kurang lebih 60 menit kami mengerjakannya, alhamdulillah selesai, dan tinggal poles sana poles sini supaya lebih menarik. Tapi karena kelelahan, maka kami putuskan untuk tekan tombol Ctrl + S kemudian close semua program di lamptop kemudian tekan tombol Alt + F4 kemudian Enter dan mati deh laptopnya. Dan kami pun tertidur.

Senyenyak-nyenyaknya tidur dalam kereta, masih enak tidur di kos,,, hahahaa ya iya lah....
hawa sejuk yang keterlaluan membuat ku kedinginan dan tak bisa tidur.

Stasiun demi stasiun telah dilalui oleh Naga Baja yang kami tunggangi, dan setiap stasiun hampir saya keluar untuk menginjakan kaki di tanah kota itu. Selain itu untuk mengusir hawa sejuk yang keterlaluan yang disajikan oleh masinis melalui tulang punggung sang naga baja itu. Karena perjalanan malam, maka lebih banyak penumpang yang turun dari pada yang naik pada setiap stasiun di setiap kota yang dilalui naga baja ini. Jadi banyak bangku yang berangsur-angsur kosong, maka saya manfaatkan untuk tidur dengan posisi benar-benar tidur. Kalo bahasa Jawanya "Ngluruske Boyok",, hehehhee...

Siapa ini, ahahahahaaa,
serasa di rumah sendiri,.
:D ;D
Sementara si Agung, sudah tidur dengan pulas sejak awal kereta berangkat. posisi tidurnya pun "kepenak" seperti di rumah dengan posisi terlentang di sebuah bangku panjang yang hanya dia saja penguasanya.

Tepat sesuai jadwal, pulul 3.40 WIB, kami sampai di Kutoarjo Jawa Tengah. Kami keluar dari Stasiun, oh, ternyata di luar stasiun sedang hujan. Kami berjalan menuju ruang tunggu di Stasiun Kutoarjo. disana hanya ada beberapa tukang ojek, tukang becak dan seorang satpam penjaga stasiun dan selebihnya penumpang yang baru saja turun dari naga baja Sewunggalih. Dan perjalanan kami harus diteruskan ke Jogja. Terfikir oleh ku untuk menyambung kereta, tapi tidak mungkin karena kami harus sampai di Jogja jam 06.00 WIB. Sedangkan kereta Progo baru akan berangkat pukul 05.30 WIB dan sampai di jogja sektirat jam 06.30 dan kami harus membeli tiket lagi dengan harga Rp.50.000,- dan jika dibandingkan dengan harga bus dari Kutoarjo ke Jogja paling besar hanya Rp.20.000,- dan biasanya bus berangkat jam empat pagi, bagitu analisis perencanaan anggaran transportasi dari Kutoarjo menuju jogja bersama satpam stasiun Kutoarjo. (Setelah beberapa hari di Jogja dan banyak bercerita dengan teman-teman yang sudah sering lalu lalang keluar masuk Jogja sebenernya tidak mengapa menunggu di Stasiun dan naik kerata lokal Prambanan Express (Pramex) yang menghubungkan antara Kutoarjo, Jogja dan Solo, selain itu harganya lebih murah yaitu cuma sepuluh ribu rupiah, tapi ya sudah lah, buat pengalaman hahahahaaaa malah bisa liat-liat kota Kutoarjo, Purworejo, Wates dan jalan-jalan desa yang menghubungkan Kutoarjo - Jogja).

Keputusan kami ambil, naik bis dari Kutoarjo menuju Jogja, yang katanya jam 4 sudah berangkat. Kami bertiga pun nekat grimisan bersama teman baru yang kami kenal di dalam kereta dan sama-sama menuju Jogja berjalan menuju arah perempatan "bang jo" sesuai arahan dari pak satpam, mbah tukang becak dan ibu-ibu penjaga warung yang sepagi itu sudah terjaga.

Empat puluh lima menit kami menunggu bus yang akan mengantarkan kami ke jogja, tak kunjung datang. Dan pas di depan tempat kami menunggu adalah travel yang juga menuju jogja. Tapi karena memang niat kami telah bulat untuk naik Bus. Maka kami tetap setia menunggu sang bus cantik yang bakal membawa kami ke jogja. Setelah lama menunggu dan Matahari pun hampir menampakan ekor cahayanya bus besar dengan cat hijau usang pun datang dan itulah yang kami naiki. Waah, walau bodi dan keadaan bus yang sudah tidak standar lagi, tapi penumpangnya sampe' desak-desakan di dalam, sampai sampai jalan tengah antara bangku penumpang sebelah kanan dan kiri dari ujung depan dekat sopir sampai bangku paling belakang pun penuh penumpang berdiri. Ada ibu-ibu yang mau ke pasar yang mau berjualan atau belanja, begitu juga dengan bapak-bapaknya. Ada pula yang para karyawan sebuah PT, tapi entah PT apa. Ada juga beberapa PNS yang juga di dalamnya. Dan tak kalah ramainya juga para pelajar yang mungkin sebagian adalah mahasiswa dan yang sudah pasti beberapa yang berseragam SMA dan SMP.

Hawa Sejuk sepanjang perjalanan Kutoarjo-Jogja menenangkan. Walau muka kusut akibat belum mandi. Yaaaaaaah, seperti pulang kampung. Tapi kampungku tak seperti ini. AH, apa ini kampung masa depan ku.... yang jelas nyaman sekali, ada hamparan sawah yang luas. beberapa kilometer berganti dengan hamparan Tegalan yang ditanami lautan Jagung dan sebagian lagi ada ketela pohon (singkong). Rasanya aku pengen mengayuh sepeda jengki yang tinggi di pagi-pagi seperti ini sepanjang jalan ini.

Perbatasan Wilayah Jawa Tengah dengan DIY sudah terlewati, artinya kami telah sampai di DIY, tapi baru sampai di kabupaten Wates. Kriiiing, kriiing, kriiing, kriiing... banyak sekali SMS yang masuk ke HP ku, ada dari Ibu ku, ada dari Yudi, ada dari Panitia, dan dari mbak ku. Semua serempak menanyakan aku sudah sampai di mana. Kubalas satu persatu dan membuat mereka semua merespon tenang. Bis yang semula kami perkirakan akan sampai di Jogja jam 06.00, kini perkiraan itu harus dibuang jauh-jauh, karena sudah menunjukan jam 06.15 kami baru sampai di Wates. ah tapi perkiraan kami bener kok, hanya bahasanya kurang tepat. harus nya perkiraan kami direvisi seperti ini "Bus yang kami tumpangi akan sampai di DIY jam 0.6.00" dengan begitu Wates kan masuk DIY, hehehehheee jadi perkiraan kami tidak meleset, #ma'af ya panitia.. hehehhee

Giwangan, itu lah nama terminal bus tempat kami diturunkan oleh bus yang kami tunggangi dan memang semua penumpang habis di sana. Sedangkan kami memberi informasi ke panitia, bahwa kami turun di teminal bus Jombor yang letaknya di deperbatasan sleman. Saat kami turun dari bus, belum menyadari bahwa yang kami pijak adalah terminal Giwangan bukan terminal Jombor. Kring, Sms dari panitia masuk, "mas udah di mana", langsung ku balas, "kami di pintu keluar terminal". kriiing, satu balasan "saya peke' jaket warna hitam dengan tas besar pas dipintu belakang' jawab ku detail. kring "oke mas, kami ke sana. kriiiing "di mana nya mas", ku balas "lha mas dimananya". Karena gak sabar pengen cepat sampai ke lokasi, mau dibawa langsung ke arena kompetisi pun kami siap atau mau dibawa kepenginapan dahulu untuk sekedar membersihkan diri pun boleh, saya pun telfon panitia yang dari tadi SMS mulu.

"Asslamualaikum, haloo mas, di mana sekarang?"
"ya di terminal Jombor mas, di dekat pintu keluar, masnya di mana?"
Kami sambil berjalan dikit-dikit, karena siapa tau berjumpa dengan mereka. Pas lagi mau jawab pertranyaan dari panitanya, eeeealaaaaaaaaaaah... di hadapan kami ada tulisan besar "JALUR RODA DUA TERMINAL GIWANGAI"

"Hallloooo mas, mas Hallloooo!!!!" ucapku dengan ku dekatkan HP ke arah mulut ku.

"iya, mas dimana sekarnag" jawab panitianya.

"ma'af mas, ternyata kami di terminal GIWANGAN"....... jawab ku dengan nada bersalah.

"ooooooooalaaaaaah,,, malah di Giwangan to mas."

"laha gimana, jauh ya mas," jawab ku..

"yo wes, sampean tunggu di sana ya, 15 menit lagi kami sampai di sama"

"ma'af ya maas, gak tau tadi, orang kata kenek bus nya kami diturunkan di Jombor, ya kami kasih tau ke mas masnya di Jombor"

"ooo ya gak papa mas, kan baru pertama ke jogja, wajar mas,,, santai aja mas,,,, jangan ke mana mana ya mas, tunggu kami"

"ok mas" jawab ku.

langsung klek tut tut tut.... telfon diakhiri...

Lapar, menghampiri, dan warung sebelah terminal menggoda perut kami.
seperti ditarik magnet, otomatis langkah kami menuju ke sana.
Kopi susu dan tempe goreng menjadi penyambut kedatangan kami di Kota Jogja ini.
Entah berapa potong tempe goreng kami makan, hampir satu loyang (tempat saji tempe) habis oleh kami bertiga. Nah setelah penitia datang, kami totalan dengan yang punya warung dan kami terheran-heran, kenapa harganya begitu murah. Padahal perut kami sampai kekenyang karena hampir menghabiskan tempe yang ada. Jika dibandingkan dengan harga di padang mungkin satu harga di jogja itu baru seperempatnya harga yang ada di padang.
aaah, bukan murahnya, yang penting nikamatnya.... Jogja Kuto Budoyo...... :)

Ini lah Kuto Budoyo

0 Komentar:

Posting Komentar