Jumat, 25 September 2015

Nasihat (yang) untuk ku

Nah hal menjadi ibu "madrasah",  barang tentu berjodoh dulu. Jodoh yang baik akan juga membentuk "madrasah" yang baik juga. Jodoh yang baik datang dari tempat yang baik pula. Dan jodoh sendiri tidak jauh-jauh dari diri kita, karena ia satu sama lain merupakan bagian dari satu kesatuan. Untuk menemukan jodoh yang baik maka bentuklah diri kita sebaik mungkin, jika itu dirasa tidak mampu carilah tempat baik, yang akan membentuk kita menjadi baik. Dan dari tempat terdekat yang baik ini semoga Tuhan meletakan jodoh kita di sana.

#Tempat bukan berarti suatu yang kasat oleh mata atau suatu yang dapat kita tangkap oleh indra yang lahir ini saja. #Tempat di sini  adalah segala sesuatu yang dapat membuat kita terhubung dangan pemberi hidup, di mana kita mengembalikan segala urusan padaNYA.

Benar sudah, "hal yang semudah ini kita ucapkan, berbanding terbalik untuk dapat kita lakukan"

Perlu kita ketahui, bahwa "segala daya dan upaya hanyalah Tuhan yang punya". Apakah kita sangka upaya mengeluh kita ini bukan bagian dari daya dan upaya Tuhan? Bahkan hal yang paling mudah untuk dilakukan --yang ayam saja bisa lakukan: mematuk padi di lumbung padi-- pun atas daya dan upaya dariNYA.

Maka, tidak ada yang tidak mungkin, jika Tuhan sudah berkehendak.
not IMPOSSIBLE, but (I'M)POSSIBLE!!

Kita tidak mesti harus tau cara melakukan ini dan itu. Bukankah saat kita baru lahir tiada pernah terlontar pertanyaan kepada ibu kita: "ibu, bagaimana cara menghisap air susu mu?", bukankah kita hanya tinggal buka mulut dan kemudian menghisapnya. Begitu juga saat kita dalam masa balita, untuk dapat berjalan apakah kita pernah bertanya kepada bapak kita: "bapak, bagaimana cara berjalan itu?", kita hanya perlu berdiri kemudian melangkahkan satu kaki kemudian kaki berikutnya dan seterusnya. Perkara kita dalam belajar berjalan itu akan jatuh, apakah kita pernah khawatir akan jatuh dan sakit. Bahkan saat itu kita tau jatuh itu sakit, saat setelah kita benar-benar terjatuh dan baru menangis. Lantas apakah kita juga kapok dengan sakit akibat jatuh tadi? Ya benar! Tidak, tidak kapok sama sekali, bahkan semakin terbiasa dan malah semakin cepat kita berjalan seperti berlari.

Kita semakin berumur, jangan sampai pengetahun yang telah kita dapat yang semakin banyak ini justru menjadi penghalang langkah-langkah kita berikutnya. Kita hanya perlu percaya dan yakin bahwa setiap langkah kita adalah bagian dari daya dan upaya Tuhan yang Maha pengasih lagi Maha penyayang kepada tiap-tiap ciptaanNYA.

Labuha, 11 Dzulhijjah 1436 H
Labuha, 25 September 2015 M
Cah Angon.

Rabu, 23 September 2015

Haji dan Hari Sabtu Wage

Syukur alhamdulillah, atas bertambahnya usiaku yang genap 25 tahun menurut perhitungan bulan qomariyah --perhitungan tahun berdasarkan revolusi bulan terhadap bumi-- atau biasa disebut tahun hijriyah. Dalam usia yang memasuki masa dewasa atau akhir dari masa transisi dari remaja ke dewasa ini, mulai ku temukan mozaik kehidupan ku sekeping demi sekeping. Walau aku juga tidak mengetahui pasti apakah ini mozaik atau hanya bagiannya saja dan atau hanya angin lalu saja. Tapi setidaknya membuatku untuk terus berfikir mencari tahu.

Senin, 21 September 2015

Kangen Yogya

Saat kangen dengan Jogja.
Akibat baca "Jejak Guru Bangsa" di atas kapal motor speed tadi saat menuju kota Labuha.
Ternyata Bapak Tiong Hoa ini pernah nyantri di krapyak. Aku bersyukur pernah masuk ke dalam pondok ini walau hanya beberapa jam saja dan walau tidak sedang nyantri sepertinya di pondok krapyak ini.

Lamunan tentang krapyak mengingatkan ku banyak hal. Terutama sekali tentang Jogja. Dan saat setelah membaca buku "Jejak Guru Bangsa", seolah aku dihubungkan kembali akan pesona krapyak ini. Kemudian, aku juga menjadi ingat akan perjalananku ke Banjarnegara beberapa bulan lalu yang hanya menggunakan sepeda dengan sedikit rawatan ─bahkan oli rantainya kering dan beberapa bearing di poros depan dan belakang roda hanya tinggal beberapa biji. Saat melintasi kota Magelang, tepatnya pas di alun-alun kota Magelang, aku bertemu dengan dua orang santri putra yang ku kira umurnya baru sepuluh atau sebelas tahun. Menurut keterangan dua santri yang sedang kedinginan di bawah pohon beringin alun-alun, mereka baru akan naik di kelas lima dan enam saat tahun ajaran baru mendatang. Keduanya aku lupa namanya, hanya saja yang lebih tua bercerita kepadaku bahwa dia dari Wonosobo, dan sedang nyantri di pinggiran kota Magelang. Sementara yang lebih muda lagi dari Secang (sebuah kecamatan yang bertetanggaan denga kabupaten Magelang.