Sabtu, 27 Oktober 2018

[Ada sesuatu yang Lembut Menyentuh-nyentuh Bagian Paling Peka di Balik Dada]



Bagi masyarajat Tolaki tari Mondo Tambe adalah sebuah tari penyambutan bagi tamu agung. Seperti halnya daerah lain, penyambutan dengan tari merupakan kebanggaan tersendiri. Maka sudah menjadi pribadi bagi jiwa Nusantara, menjunjung tamu selayaknya raja. Juga sebuah kesan berharga bagi tuan rumah, saat tari penyambutannya berkesan dan berhasil membuat tamunya merasa terhormat.

Pada kesempatan ini, tari Mondo Tambe menjadi kesan yang berbeda. Berlatar tepi sungai Latoma yang berhias lantai batu-batu alam dengan gemericik alirannya. Air yang jernih, langit yang cerah dengan keceriaan wajah lugu anak-anak desa di musim kemarau panjang. Merekalah siswi SD Negeri Amboniki.

Sejak kecil aku tak cukup tangkas mewujudkan sebuah karya seni. Walau sungguh aku cukup senang bahkan menikmatinya. Tetapi untuk menuangkannya dari lubuk intuisi menjadi gerak-gerak lentik nan estetis, sungguh lebih baik suruh aku mencangkul dua-tiga petak sawah. Ini jauh lebih mudah walau akan banyak juga keluh kesahku. 

Namun saat menjadi Pengajar Muda begini, aku dituntut untuk memutar isi kepala, demi melayani minat, bakat dan semangat anak-anak. Melatih tari Mondo Tambe ini salah satunya. 

Jangankan pernah menarikannya, melihatnya saja baru saat salah satu anak mempraktikkan di depan kelas. Baru kemudian satu anak itu kuminta untuk melatih teman-temannya. 

Bersyukur anak-anak tak perlu bersusah payah belajar dari awal. Karena pada tahun lalu sebagian mereka sudah belajar menari Mondo Tambe kepada pelatih ulungnya; Diyan Purnama. 

Dari itu aku hanya perlu mendampingi dan mengoreksi setiap gerakan dengan acuan salah satu anak yang ternyata cukup berbakat, cukup menguasai dan bahkan kukira cukup menjiwai; Naila Aulia (Kelas Lima). Dalam video ini, Naila berpostur paling tinggi. Tentu cukup nampak keluwesannya menari, bukan? 

Sudah beberapa hari ini, Naila melatih teman-temannya. Mereka berlatih untuk menghadapi lomba tari tradisional yang akan diadakan pada sebuah perjusami; Latoma Fun Camp (LFC), pada 9 s.d 11 November mendatang. Dengan semangat tinggi mereka selalu mendesakku untuk mendampingi setiap latihan. Tidak memandang tempat mereka berlatih; kadang di sela waktu istirahat sekolah atau setelah pulang sekokah sambil bermain di sungai. Seperti pada video ini. 

Satu hal yang membuatku tak henti memutar kembali cuplikan ini--selain latar tepi sungai yang begitu menyatu baik dengan tarian Mondo Tambe itu sendiri, dengan semangat belajar dan berlatihnya, maupun dengan gerak-gerik lentik dan kepolosan wajah anak-anak--yaitu latar lagu dan musik yang tanpa sengaja terputar dari mini sound yang kubawa; mengalun "Apa Saja" yang dinyanyikan Uni Titi Rajo Bintang, berhasil membuat suasana semakin lembut menyentuh-nyentuh bagian paling peka di balik dadaku. 

Jumat, 05 Oktober 2018

[Dalil Pendidikan]


Siang tadi dari sebuah group gerakan mengajar yang pernah aku terlibat di dalamnya (@pemudapenggerakdesa), salah satu teman yang sekarang juga menjadi @pengajarmuda XV penempatan Kabupaten Natuna (@uswatunchasanah08) menanyakan tentang 'Dalil Pendidikan' yang pernah kami pelajari saat Pelatihan Intensif Gerakan Desa Cerdas di Halmahera Selatan  beberapa tahun lalu. Tentu sebagian besar kami dengan mudah mengingat. Karena saat pelatihan dulu setiap ada poin penting yang kami pelajari, selalu ada nada pelafazan dan gerak tubuh yang khas. Sehingga kalau kesulitan mengingat kata-katanya, akan terbantu dari mengingat nada atau gerakkannya. Jawaban yang terkumpul begini:

Lima Dalil Pendidikan
1. Semua Berbicara
2. Semua Bertujuan
3. Pengalaman Sebelum Penjelasan
4. Hargai Setiap Usaha
5. Jika Layak untuk Dipelajari, Maka Layak untuk Dirayakan.

Dari itu, mengingatkan kegiatanku di desa minggu lalu sebelum turun ke Kabupaten. Atau bertepatan sebelum gempa Palu dan Donggala terjadi. 

Rabu pagi aku baru naik dari desa Latoma (desa penempatan @legi_oktaputra) ke desa Amboniki, penempatanku sendiri. Sengaja aku naik dengan santai, karena memang di desa sudah ada dua Guru Garis Depan yang tengah mengisi kelas. Maka kusengaja untuk mampir ke sekolah yang terlintasi sebelum sampai di desa. 

Selain ada perlu untuk konfirmasi pengunduran kegiatan Belajar dan Bermain yang seharusnya kami lakukan di sekolah tersebut pada minggu itu, karena ada suatu aral melintang, sekalian saja untuk bersenang-senang dengan para siswanya. 

Oh iya, sekolahnya bernama SD N Waworaha. Alhasil, kami bermain dengan daun pisng kering, yang kami sulap untuk menjadi peta Indonesia. 

Sebagai pertanyaan awal pada siswa saat perkenalan, kutanyakan tentang peta Indonesia, mulai dari jumlah pulau--minimal pulau-pulau besarnya--sampai nama-nama pulau yang mereka ketahui. Hanya beberapa yang menjawab, dan rata-rata meleset; Sulawesi Tenggara mereka sebut sebagi salah satu pulau. Tentu mereka tak salah, hanya perlu jawaban yang presisi. 

Maka kutantang mereka untuk membuat gambaran umum Indonesia melalui peta kecil sederhana. Dengan drama keluh kesah menyatakan tak sanggup, mereka merespon tantangan dariku. 

Namun kemudian, kuberikan klu dan fasilitas kepada mereka untuk membuatnya. Yakni mereka hanya tinggal menjiplak puzzle peta yang sudah kubuat ke atas daun pisang kering yang banyak tersedia di halaman sekolah. Tantangan serupa juga pernah kulakukan kepada anak-anak di desa penempatanku sendiri. Nah, karena hasilnya cukup menggembirakan (memberi dampak baik bagi pengetahuan dan proses belajar siswa), maka ada baiknya jikalau ini juga kubagikan ke sekolah tetangga. 

Lantas kaitannya dengan 'Dalil Pendidikan' bagaimana? 

Baiklah, dengan sederhana kegiatan menjiplak peta ini ada beberapa tujuan yang akan kucapai. Yakni dengan membuat dan langsung menuliskan nama pulau-pulau yang ada di Indonesia, anak-anak tidak kesulitan untuk menyebutkan kembali nama-nama pulau beserta letaknya. Pulau mana bersebelahan dengan pulau mana. Selain itu anak-anak menjadi aktif semua, karena sebelumnya sudah dibagi tugas masing-masing dalam kelompoknya. Di mana satu kelompok terdiri dari dua siswa. 

Nah, ini bukannya dekat dengan 'Dalil Pendidikan': Semua Bertujuan. 

Adanya menjiplak peta pada daun pisang, yang mana anak-anak belum tau itu akan diapakan, karena ada instruksi setiap tahapnya:

Pertama; kita pinjamkan alat berupa gunting atau pisau potong kepada setiap kelompok. Dilanjutkan mencari daun pisang kering di sekitar sekolah. 

Kedua; kita pinjamkan puzzle yang sudah kita buat kepada anak-anak. Kalau puzzle nya perpaket dan banyak, boleh setiap kelompok dapat meminjam satu paket. Namun jika tidak mencukupi, minta anak-anak untuk bergantian menjiplak. Satu kelompok bertukaran puzzle yang sudah dijiplak dengan kelompok lainnya, hingga semua selesai dan lengkap menjiplak. 

Ketiga, kita pajang peta Indonesia utuh di depan kelas, dan minta perwakilan kelompok untuk melihat dengan cermat dan mencocokkan setiap pulau yang telah mereka buat. Sejalan kemudian, setiap kelompok diminta untuk mengambil kertas hvs untuk menempelkan pulau-pulau yang telah dibuat. Tentu menempelkannya sesuai dengan peta yang terpajang di depan. 

Keempat; kita akan memberikan nama setiap pulau, boleh mulai dari wilayah Indonesia Timur atau sebaliknya. Minta ana-anak untuk mengikuti petunjuk dari kita yang sudah terlebih dahulu menempelkan potongan kertas pada setiap pulau. Di mana potongan kertas tersebut sudah ada nama pulaunya. Boleh juga saat menyebutkan nama pulau sambil menempelkannya, nada suara kita dibadakan. Minta anak-anak untuk mengikuti nada tersebut. 

Dari setiap tahapan itu, anak-anak tak terasa tengah belajar tentang IPS, yaitu mengenal wilayah negara dan mengetahui nama pulau-pulau yang ada di Indonesia. 'Dalil Pendidikan' yang berlaku; Pengalaman Sebelum Penjelasan. 

Nah dari 'Dalil Pendidikan' ini mempermudah kita untuk membuat suatu konsep belajar yang konstruktif dan sederhana. 

Alhasil SD N Waworaha dan SD N Pinole--yang keduanya saya lewati saat naik dari desa Latoma ke desa Amboniki--memiliki peta sederhana di kelasnya. Sewaktu-waktu dapat mereka lihat dan mereka pelajari ulang. Karena hasil karya dan hasil belajar mereka ini dirayakan dengan memajang di dinding kelas. 

Ah menyenangkan sekali jika karya kita terpajang di depan kelas. Seperti saat SMP atau SD dulu, karangan atau puisi kita dipajang oleh guru bahasa Indonesia di mading sekolah. Senengnya kayak lebaran campur peringatan hari kemerdekaan. 

Ini kan juga seperti dalam 'Dalil Pendidikan'; Jika Layak untuk Dipelajari, Maka Layak untuk Dirayakan.

Sekian kabar gembira dari kami anak-anak desa yang tinggal diantara rimba Konawe.