Kamis, 30 Mei 2019

[Menjadi Pengajar Muda itu Cita-cita, Terus Berada dalam Gerakan itu Cinta]


Satu tahun lalu, tepatnya pertengahan bulan Mei saya beserta Pengajar Muda angkatan 16 lainnya dilepas untuk berangkat ke daerah penempatan masing-masing. Ada semacam ritual wajib bagi para PM (Pengajar Muda) seblum dilepas ke daerah, yaitu mendengar wejengan dari para Founder.

Kala itu tim training dari kantor Indonesia Mengajar menyebutkan beberapa motivasi dan perjuangan para Pengajar Muda dalam menyelesaikan proses seleksi dan pelatihan.  Salah satunya; ada PM yang sebelumnya telah mendaftarkan diri sebanyak tiga kali baru berhasil lolos sampai benar-benar menjadi PM. 

Dipandu oleh teman-teman PM, seisi ruangan menoleh dan menunjuk padaku dengan pandangan heran sambil melepas tawa. Itu artinya akulah yang paling berpengalaman mengikuti seleksi menjadi PM--kalau gak bisa dibilang paling 'tua', dan tertawalah kalian melihat orang tua tak tahu malu ini.

Di situ lah saya mulai bingung mengolah rasa. Apakah harus bangga atau haru atau justru malu? Dan sesingkat tolehan mereka, saya hanya bisa membalas dengan sesungging cengiran.

Cengiran itu mengulas tiga tahun ke belakang. Bahwa setiap tahun namaku terpampang di website Indonesia Mengajar dalam pengumuman lolos tahap I dan siap mengikuti tahapan II; Direct Assessment. Dan Februari 2018 adalah akhir dari keikutsertaanku dalam seleksi tahap II.

Pada rangkaian seleksi tahap II, bagiku sudah tak asing lagi, secara keseluruhan hampir sama dari tahun ke tahun. Tiba waktunya interview, saya kebagian berhadapan dengan dua orang lingkaran inti dari Indonesia Mengajar. Satu nama adalah salah satu Founder dan satunya lagi adalah seorang dari bagian Direksi.

Entah ini kesempatan atau ancaman. Tapi di sana justru saya curhat; bahwa saya sudah daftar menjadi PM sebanyak tiga kali, dan tak satupun berhasil lolos. 

Karena saya percaya perjuangan itu berbatas waktu, maka saya ungkapkan juga; bahwa ini kali terakhir saya mengikutsertakan diri dalam segala bentuk proses seleksi menjadi PM. Jika kesempatan terakhir ini juga tak lolos, terpaksa saya harus mencari jalan lain dalam gerakan-gerakan serupa. 

Curhatan itu, memancing banyak pertanyaan lain dan bertubi dari dua orang di hadapanku itu. Hingga seolah tanpa sadar, saya sudah bercerita tentang hal apa saja yang telah kukerjakan selama tiga tahun terakhir selain mendaftar dan ikut seleksi menjadi PM. 

Bincang hangat dengan dua orang assessor itu seperti tidak sedang interview, begitu santai dan tiba-tiba saja selesai. Kami berjabat tangan erat-erat. Entah pertanda apa itu, pikirku kala itu. Jelasnya saya telah pasrah, apapun hasilnya, berada atau tidak dalam lingkungan IM secara langsung saya akan terus bergerak dan tumbuh tanpa bisa ditunda-tunda. 

Seperti makna filosofis dari logo Indonesia Mengajar; rumput muda yang sedang tumbuh, selagi waktu berjalan tak bisa ditunda lagi pertumbuhannya. 

Dari ini, kiranya saya sudah masuk dalam kategori #Beran19abung. Kalian yang masih muda-muda bagaimana? Apa juga #Beran19abung menjadi Pengajar Muda angkatan XIX? Ikut juga menjadi bagian dari #19ceritaPM

0 Komentar:

Posting Komentar