Selasa, 26 September 2017

Sesesap Sajak Bapak


Sesesap Sajak Bapak

Di celah jemari 'ku diapit
selimut kasih menggulung tubuhnya
yang dingin teriris-iris pahit
berbagi sempit, getir resah membubuh bara

nyalaku dibakar dari akar
menjalar 'ku dihisap dari ujung ubun
sesap desah, getir pahit, sesak hujamkan mendasar
hingga terendap waktu halimun berhawa embun

yang membawa sejuk dari pangkal
akal berlubuk ketenangan hati
yang dihembus nafas cinta kekal
abadi jiwa tanah berladang pertiwi

yang subur mengalir dari sunyi segunung-gunung kukuh
ditinggi kerendahannya bersemayam gejolak kerinduan
yang mendalam samudra terendah ketinggiannya membuluh
di ruas-ruas jemari kasih sayang yang disembunyikan

dari lelah, kesah, susah, payah penafkahan

daun berjuntai menggapai-gapai celah sempit udara
demi secerceah cahaya
akar bergeliat menembus rongga padat liat tanah
demi seunsur hara

dan memohonlah cinta
sesesap sajak
bapak

Mayoe
Yogyakarta, 26 September 2017 M
6 Muharram 1439 H

Jumat, 22 September 2017

Percakapan Senja di Stasiun Tugu


Percakapan Senja di Stasiun Tugu

"Mengapa harus diungkapkan
walau tahu akan tetap terbata
dengan kata yang mudah menguap bersama udara?"

"Bahwa tanpa kata,
cinta tetap terbaca
dengan gerak yang serba menjadi tak biasa?"

"Telah cukup pengalaman,
sebagai bahan menyulam rajutan
sepotong kain yang disandang penghayatan"

"Dan sempurnalah pertemuan,
pengalam dan penghayat berhadapan
saling membuka dan menautkan alam dengan hanyat berpagutan"

"Timang-timanglah kembali berhati,
hingga suling kereta waktu tiba untuk menemui
lelah penunggu di stasiun tugu seyogyanya kembali"

"Lengking suling kereta tertimang,
diantara senja dan keremangan bulan besar yang telah menghilang
bersama gerbong yang ditarik laju waktu meninggalkan kenang dan petang."

Betapa lama hari menjelang
merubah mata gelap menjadi terang
bersama sejuk dan embun membasuh bilur
yang ternganga sejak malam menabur

gelap. hingga tenggelamkan jiwa kembara
yang hanya termangu tak tahu bagaimana menunggu
dan tak lagi memburu fajar lagi cakrawala
yang mengusir ungu dari biru tugu


Mayoe
Yogyakarta, 22 September 2017 M
2 Muharram 1439 H

Kamis, 21 September 2017

Buah Abadi & Leng Kali Leng

Gambar diambil dari laman berita detakriaunews.com

Buah Abadi & Leng Kali Leng

Buah-buah abadi berkeliling mengepung
berbaris-baris bertumpuk-tumpuk
berkata-kata bicara berupa-rupa
sesak berjejal suara-suara
dikotak-kotak bersekat tingkat-tingkat
menjulang tinggi-tinggi
menggapai langit-langit

Berbuku-buku ditumbuhi waktu
menjalar dirambati beku berdebu
berbagai bedak dan gincu
memoles wajah supaya tak tampak dungu
bersoleklah cupu dengan kaca mata lucu

Dimana manis buah-buah abadi itu?

Sedang lidah terlanjur kelu
tebal dan kaku oleh candu seujung kuku

dimabuknya kepala menggeleng dan oleng
memusing berkeliling mendongeng
cerita foya negeri leng kali leng


Mayoe
Yogyakarta, 21 September 2017 M
1 Muharram 1439 H

Akulah Kalah



Akulah Kalah

renta diri merapuh dan luluh,
hujan pelangi dan tatap tajam mentari
memancar sinar dan semburat wajah
pemilik binar sepasang mata teduh
menabur rasa dan warna rahasia sunyi
alam yang tenang bersemai dihati gelisah

berawan-awan murung menghitam
mendung menggantung bergulung-gulung mengandung guntur
dan berkilat-kilat menggoda cinta mata terpejam
menanti lebat rindu jatuh mengguyur

sekujur wajah kemarau yang merayu hamparan waktu
mendayu-dayu dari bukit-bukit detik nan tandus
kesana kemari dan berlari menderu debu
disapu angin kering mendera halus

dicelah julai kata, memupuslah tiang pancang tabah
yang lama terbenam menanam angkuh dan terus tumbuh
bercokol mengakar lebat hingga jauh ke lubuk tuah
diserapnya semua daya air dan hidup hingga jatuh

tersungkur lumpuh bersimpuh
dan menyerah
kalah
lah
ah
h

Mayoe
Yogyakarta, 21 September 2017 M
1 Muharram 1439 H

Minggu, 17 September 2017

Padaku



Padaku

Oh bung. 
Sajak ini seperti daun kering 
yang jatuh di halaman dan
dianggap menjadi sampah saja.

Pada lah kau ini bernafas dengan
daur mendaur, yang seribu tahun
itu bagai tak lama, seperti baru dua kali mata 
hari terbit, pancarkan kasih lalu sayang.

Bagaimana ada serendah hati itu untuk merayu? 
Sedangkan nyali diri
saja hanya tentang senang sendiri, 
bicara sendiri, bisu pun sendiri.

Bahkan sedu sedan itu 
tak jua untuk mu. 
Karena seperti kau punya bicara
"aku ini binatang jalang / dari kumpulan yang terbuang" 
benar diakuinya,

walau kau 
sendiri masih lah koyak di sentuh peluru, 
dan meradang hingga kau terjang.

Kaupun harus lari, membawa luka
dan bisa hingga tak lagi terasa
menjalar jadikan biasa. Dan pada akhirnya
memang kau tak hanya tak peduli
tapi lebih dan tak benar peduli.

Berhela lah nafas daur mendaurmu
yang tak hanya seribu dua ribu,
daur lah mewaktu
yang menuju

Mayoe
Yogyakarta, 17 September 2017

Kamis, 14 September 2017

Mencari Takdir


Mencari Takdir

Sayang,
pernahkah melintas dalam benakmu
suatu kejadian yang kau sangkakan itu takdir?

Bukankah hari masih terlalu pagi
untuk secepat itu berpasrah diri,

kita engkau dan aku masih terus berjalan
menumpang di sebuah kereta waktu
yang kecepatannya penuh dalam kendali rasa dan pikiran
dan sesekali dari jendela menyapa resah sepoi haru.

Apa kita telah kehabisan daya
untuk sekedar menelusuri kembali
jejak-jejak sebelum takdir menyapa
suatu akibat dari suatu sebab hingga hakiki?

Tak mengapa, jikapun persangkaanmu benar,
takdir tak 'kan datang sendiri,  sayang
gelisah, semilir, belaian, sejuk hingga dada, ialah pengantar
kabar yang semua hanya cinta kasih dan sayang.

Namun, mata jiwa kita lebih kerap memejam
ditangkup kelopak nafsu gelap gulita dan kelam
hingga bertambah lagi
dan tak tersentuh lagi

semerbak cinta yang dikandung kalam
ditebar ke segala penjuru
dari atas kapas awan yang melayang-layang hitam
diantara anggun dan tenang gemunung biru

dan damainya alam raya
tunduknya semesta jiwa
tak mampu lagi
mengguncang hati

yang beku
membujur kaku

Mayoe
Yogyakarta, 14 September 2017

Selasa, 12 September 2017

Detak Kenangan

Detak Kenangan
_________________ untuk drp (Putri penikmat kenangan)

Berdetik-detik waktu yang berlalu
memotretku dengan kilat dan sorot mata sendu,
dibingkainya, aku dengan sisi-sisi kenangan yang sejak lama bertahta 
indah mutiara, menggantung di dinding hati yang berbunga

Dan 'kau, memeliharaku dalam istana cahaya beku
di sana aku menunggu dipuncak daya waktu meledak
menjadi keping-keping hingga debu-debu
kerinduan yang pasrah beterbangan ditiup takdir berdetak-detak

Mayoe
Yogyakarta, 12 September 2017

Selasa, 05 September 2017

Purnama dan Pohon Tua



Purnama dan Pohon Tua

engkau rindang sepohon tua
injinkan aku berteduh sejenak
di bawah helai-helai dedaunan bijak, 
yang kau tiup sepoi-sepoi pada mata
hatiku untuk menatap teduh terang purnama
diantara bintang-gemintang yang meredup
tunduk dan beranjak atas cinta

dan biarkan aku duduk melata
di pangkal akar-akarmu
untuk menyandarkan kesah kota
yang kuhirup tanpa 'kau
manjakan aku dalam buai rindu 
angin pada daun-daun yang sayu
menggantung resah tak menentu

dan tanggal tumbuh mewaktulah
pada takdir yang kau pijak
hingga merunduk tunduk dan beranjak
pergi dan pulang seperti bintang-gemintang
yang tahu diri mewaktu dan menghilang
atas terang cahaya cinta

Mayoe
Yogyakarta, 5 September 2017

#Mayoe #Mayu

Pusaran Mimpi



Pusaran Mimpi

wahai pemilik seluruh alam
aku begitu takut berada di pusaran mimpi,
kudayung ke sana ke mari
semakin aku kalah dan tenggelam

diputar aku ditelan
dalam pasrah lingkar tajam harapan,
bergulung-gulung tinggi menggelombang 
samudera biru hatiku yang pasang

meluap-luap
merayap-rayap
melambai-lambai
menggapai-gapai

rembulan tengah malam
aku semakin hilang tenggelam
melayang-layang membenam
di bawah wajah kusimpan dendam.

wahai alam, yang menimbun dan memendam
pada gunung-gemunung mu yang seolah diam
adakah sesekali kau rindu air mata
lahar panas dingin yang leleh hingga dada

untukmu sendiri membasuh
lubuk-lubuk hati yang kering kerontang
hingga sedihku tiada tertahan, memohon kasih sayang,
untu kuredam segala daya dan dendam yang rusuh

Mayoe
Yogyakarta, 5 September 2017