Senin, 16 Juli 2018

Kebun Pelangi Nusantara





Amboniki adalah sebuah desa yang dikepung kawasan hutan lindung dan masih cukup lebat. Bahkan halaman belakang rumah penduduknya boleh dikatakan teritis belantara rimba. Tentu tanahnya masih sangat subur. Cukup bagus untuk bercocok tanam.

Di antara semak belukar dan lebatnya rimba, banyak terdapat semacam sabana kecil. Di sana lah tempat mencari makan binatang khas Sulawesi Tenggara; Anoa. Juga dimanfaatkan oleh penduduknya untuk beternak sapi.

Beternak sapi di sini bukan dengan dikandangkan lalu digembala seperti dalam syair lagunya Tasya;  Anak Gembala. Melainkan sapi dilepas pada suatu sabana kecil, dan hanya ditengok pada waktu-waktu tertentu.

Namun, karena tabiat sapi memang senang berdekatan dengan manusia, sudah di liarkan di suatu sabana masih saja sewaktu-waktu datang ke tuannya di desa. Biasanya pagi-pagi buta sudah di depan remah tuannya untuk meminta garam. Kalau saja sapi bisa ketuk pintu atau teriakan salam untuk buka pintu, barangkali sudah dilakukan.

Nah, karena sudah berkali-kali dikembalikan lagi ke kandang sabananya tapi tetap masih ada saja yang kembali ke desa, jadi sebagian sapi dibiarkan berkeliaran di desa siang maupun malam. Tidak hanya satu atu dua, setiap kepala keluarga setidaknya memiliki sepuluh ekor sapi. Memyenangkan bukan.

Oleh karena itu, walau tanah subur jadi susah untuk sekedar menanam tanaman sayur atau buah-buahan. Jadi sapi sebagai ternak, juga sebagai hama untuk soal bercocok tanam. Selain sapi, ada monyet yang tanpa malu-malu duduk tak jauh dari kerumunan warga yang sedang mengobrol di pinggir jalan atau lapangan saat sore atau pagi.

Jadi susah untuk menanam sekedar tomat atau pisang untuk asupan vitamin C bagi warga. Hama yang lain masih banyak. Contohnya, warga juga susah untuk menanam umbi-umbian. Karena babi hutan akan meludeskan saat hari gelap.

Atas potensi dan keresahan itu, juga  atas mendesaknya akan kebutuhan sayur dan buah-buahan alakadarnya, aku dan anak-anak berinisiatif untuk membuat kebun.

Alhamdulillah, KS (Kepala Sekolah) mendukung dengan meminjamkan lahan belakang sekolah untuk kami bercocok tanam. Tapi dengan catatan kami harus memagar serapat mungkin dengan kemampuan yang kami punya.

Beberapa hari setelah kami pergi mencari bambu, saya bertamu ke beberapa wali murid. Mereka manyambut positif kegiatan kami. Bahkan, ada yang dengan ringan menawarkan tenaga atau peralatan yang dibutuhkan untuk berkebun. Ah senangnya hati, jadi anak petani.

Dan ini adalah beberapa penggal cuplikan kerja bhakti kami untuk membuat pagar kebun. Kebunnya nanti rencananya akan kami namai; Kebun Pelangi Nusantara.

Mau ikut merasakan berkebun atau petualangan lain bersama anak-anak di tengah keberlimpahan potensi sekaligus keresahan desa? Ayo segera daftar menjadi #Pejuang17 di: http://bit.ly/DAFTARPM17

IG:
@Ind_mengajar
@pengajarmuda

#Jadipejuang17 #Indonesiamengajar #Pengajarmuda #Beran16eda #Beranibeda #PM16