Kamis, 24 Juni 2021

[Somay dan RM. Kartini]

Siang menjelang sore, di tengah keluangan waktu yang paripurna. Seterangnya ini hanya sebuah kalimat njlimet untuk menggantikan kata; malas.

Menyusun design souvenir pernikahan untuk sepupuku. Souvenir pernikahan anti mainstream katanya, sewaktu menggarap beberapa souvenir akhir tahun lalu untuk beberapa pelanggan @maxlare.co. Ia mendambakan saat resepsi pernikahannya membuat souvenir beginian (souvenir kopi). Dan ini tiba waktunya.

Sebuah telpon dari teman fasilitator petani dari perusahaan ternama, masuk. Menanyakan kopi apakah sudah siap dikirim. Membuka kembali catatan di kepala; apakah hari ini ada janji pengiriman. Sepertinya iya.

Spontan menyelesaikan design, dan melesat ke roastery dengan kopi dalam karung. Tanpa A B C D, langsung kunyalakan mesin roasting. Sepupu yang biasa meroastingkan, anaknya tengah rewel. Ibu-ibu dengan profesi dan buah hatinya memang luar biasa.

Kapasitas 5 kg mesin. Harus kulakukan sampai 3 kali penyangraian untuk menyelesaikan pesanan. Menjelang magrib barulah tuntas.

Menyalin, mengepak, dan melakukan kelengkapan lainnya selesai saat adzan magrib juga selesai.

Dengan was-was menerobos serangga malam yang mulai berkeliaran di jalan, berharap masih ada bis dari Gisting ke Bandar Lampung.

Sesampainya di swalayan ternama, sejumlah uang kuambil dari ATM untuk biaya pengiriman. Penjual somai yang setia masih ada di depan swalayan. Dengan keakraban sekaligus kepolosannya, Ia menyapa. Kujawab seperlunya dan memberi pesan; nanti aku balik mas.

Ke ekspedisi pengiriman, menyelesaikan kiriman ke salah satu kota di jawa. Lalu berjalan pelan menuju swalayan, dengan sebentar-sebentar melihat spion. Berharap sebuah bis tujuan Bandar Lampung ada di belakangku. Sampai di swalayan lagi, bis belum juga muncul.

Kupesan somai. Mengeluhkan kekhawatiran ke penjual somai. Dengan tidak memiliki tujuan apa-apa kecuali mengeluh saja.

Somai kulahap dengan terus melihat arah bis dari Kota Agung. Dan mas penjual somai pergi tanpa permisi, meninggalkan kuali yang masih ada beberapa somai sedang tergoreng untuk pemesan yang duduk di emperan swalayan.

Tak berapa lama, dan tak sampai somai dalam kwalinya gosong, Ia sudah kembali. Meneruskan aktivitas menggorengnya sambil berkata pelan.

"Anu mas, kata RM. Kartini yang biasa nganter paket, kalau jam segini biasanya sudah tidak ada bis lagi. Tapi semoga masih ada yang nyasar."

Aha, betapa lugu dan bertele-telenya dia mengatakan itu. Berbanding terbalik dengan inisiatifnya yang tepat dan tentu melibatkan empati yang tinggi.

Seringnya hal-hal heroik semacam ini mereka lakukan tanpa pamrih. Tanpa embel-embel somainya akan langsung diborong habis.

Adakah yang sering menemukan hal-hal haru begini?



0 Komentar:

Posting Komentar