Rabu, 12 September 2012

Banjarnegara, 30 Juli 2012



Dua belas tahun yang lalu, di desa ini aku menyambung hidup. Dititipkan di rumah nenek yang tengah tinggal seorang diri. Sebuah rumah dapur, sisa bagian rumah yang telah diwariskan ke anak-anaknya kami berdua tinggal. Menghidupi seorang diri dari gaji pensiun kakek yang seorang Veteran pejuang PKRI (Pembela Kemerdeaan Republik Indonesia). Sebuah tegalan (kebun) juga turut membantu sebagain sumber tambahan untuk penghidupan kami.

Dari usia yang masih belia, aku dipindahkan dari sebuah desa terisolasi di provinsi Lampung ke desa ini Twelagiri kelurahan Pagutan,
Banjarnegara. Sebenarnya tidak begitu tahu mengapa aku tiba-tiba saja dipindahkan ke sini, yang jelas begitu terasa pengaruhnya sekarang. Mungkin bila tak dipindahkan ke sini saat itu, entah akan jadi apa saya sekarang dan entah di mana sekarang.

Meski hanya tiga tahun aku berada di sini, begitu tarasa karakter yang telah terbentuk oleh lingkungan itu sekarang. Karakter baik, kecerdasan tidak hadir turun temurun dari garis orang tua secara biologis. Walau tak dipungkiri pasti ada sifat induk yang akan tetap ada dalam diri seorang anak, baik itu sifat baik maupun buruk. Lingkungan lah yang sebenarnya akan membentuk karakter dan kecerdasan seorang anak. Bagaimana seorang anak menerima perlakuan dari lingkungan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Yah, begitu besar. Begitu terasa karakter itu terbentuk dalam diri ini. Meski hanya tiga tahun aku ditempa di sini, namun tak pernah sedikitpun aku lupa semua hal yang pernah membentuk karakter ku ini.

Suatu daerah yang membudayakan nilai-nilai agama sebagai fondasi utama bagi para generasi mudanya. Pengajaran bagaimana untuk belajar prihatin (berhemat, dan tetap bekerja keras untuk mencapai suatu hasil) yang begitu terasa. Rasa tanggung jawab terhadap permasalan yang dihadapi. Hingga pengajaran bagaimana memelihara kasih sayang antar sesama serta nilai-nilai persaudaraan.

Dari titik ini aku mengerti betapa perlunya belajar terutama menuntut ilmu. Sungguh materi takkan menjamin kebahagiaan atau kesuksesan seseorang. Dari sini pula aku dididik untuk memimpin dan dipimpin. Jauh dari kemewahan, jauh dari keberlimpahan harta benda, namun di sini aku dapat membuktikan, betapa perjuanganku ini memang benar kesungguhan mencari jati diri yang telah direkomendasikan Tuhan saya untuk saya.

Tak perlu sombong dengan kelebihan harta atau sedang kaya raya, karena di sana masih ada orang cerdas yang berilmu. Tak perlu juga sombong dengan keahlian, karena di sana masih banyak orang yang mulia. Bertitik dari sini, apa yang akan menjadi kesuksesan ku dalam kemuliaan di dunia ini.

0 Komentar:

Posting Komentar