Senin, 21 Oktober 2019

Negara, Saya dan yang Keluarga Pelihara



Sebuah judul, selain untuk daya tarik, ekspresi seni dan pantes-pantes, salah satunya merupakan representasi dari penjelasan yang ada di bawahnya, di dalamnya atau yang dilingkupinya. Namun jangan berburu prasangka dahulu dengan judul di atas.

Walau tersebut kata; Negara, namun di sini tidak akan ada penjelasan tentangnya. Pembaca tentu lebih terpelajar untuk menjelaskannya sendiri.

Di bawah ini akan lebih banyak kenarsisan saya dalam keluarga. Narsis karena cerita ini sepenuhnya hanya dalam persepektif saya sendiri.

Dalam keluarga saya, walau tidak banyak tapi ada beberapa yang dipelihara. Diantaranya ada ayam, itik, kambing, kucing, anjing, juga burung.

Selain hewan piaraan, keluarga juga memelihara beberapa tanaman. Ada yang di kebun, pekarangan, taman, dan ruang-ruang lain yang layak untuk tanaman tumbuh. Mulai dari tanaman yang diambil untuk sayur,  buah, sampai untuk hiasan juga ada.

Sebuah keluarga memerlukan peliharaan, apapun yang dipelihara, karena beberapa hal. Di sini akan saya jelaskan melalui peliharaan yang ada dalam keluarga saya.

Paling pokok yang harus dipelihara adalah ayam, itik atau sejenisnya dan tanaman. Hal ini diperlukan bahkan kami haruskan karena ayam dan beberapa tanaman sayur dan buah merupakan yang harus terpenuhi untuk kebutuhan kami sehari-hari. Yakni kebutuhan akan perut yang, jangan sampai kelaparan.

Kami menanam padi, kopi, singkong, lada, cengkih, pala dan jenis komoditas pertanian lain, tidak lain untuk konsumsi pokok sehari-hari. Untuk menu utama di dalam piring kami. Juga dengan ayam, dan sejenisnya, dan tanaman sayur, walau bukan untuk pemenuhan menu utama dalam piring kami, tapi keberadaannya menunjang, menjadi manu utama kelas dua dalam piring kami. Karena, tanpa menu kelas dua ini, menu utama agak susah tertelan ke dalam perut kami yang belum cukup kelaparan.

Dari ayam, itik dan sejenisnya, hingga tanaman komoditas pertanian, yang kami pelihara adalah bentuk dari sumber perekonomian yang, keluarga kami upayakan.

Kami juga memelihara kambing. Sesuai dengan filosofi dalam pemeliharaan kambing, yang sering digunakan sebagai simbol pendidikan bagi beberapa agama (sejauh ini saya menemukan agama Nasrani dan Islam yang menggunakan filosofi ini), begitu juga dalam keluarga kami. Memelihara kambing adalah bentuk tabungan untuk biaya pendidikan generasi mudanya. Di mana proses pengasuhannya dilakukan langsung oleh yang sedang menempuh pendidikan. Sewaktu SMP saya memelihara dua ekor kambing untuk biaya SPP, Seragam dan biaya transportasi serta jajan di sekolah.

Biaya pacaran, termasuk di dalam anggaran pemeliharaan kambing ini. Karena dulu, jika itu bisa dianggap pacaran, saya atur sedemikian rupa untuk digabungkan dengan biaya transportasi dan jajan. Saya lupa detil pembagiannya, dulu bagaimana.

Dari memelihara kambing, kami menjadi memiliki jaminan untuk pendidikan bagi generasi kami. Artinya, memelihara kambing di sini adalah untuk sumber ekonomi khusus yang tidak boleh diganggu gugat untuk keperluan lain, kecuali sangat mendesak. Itu pun harus dengan catatan; diganti senilai harga pendidikan jika sudah jatuh tempo.

Dengan beberapa peliharaan ini, penghuni rumah sudah cukup riuh mengurusnya. Ada ayam yang harus diberi makan, tanaman yang harus selalu diperhatikan; kapan disiangi, kapan disirami, kapan disulami dan tentu kapan untuk dipanen. Ditambah dengan kambing yang setiap pagi dan sore menuntut untuk kami berikan rumput segar.

Waktu kami untuk mengurus peliharaan yang ada, membuat tenaga cukup terkuras. Sehingga ada beberapa hal, atas keriuhan ini, tidak dapat kami tangani sendiri. Dengan sadar kami mengetahui itu. Yakni adanya tikus di dalam rumah yang sering makan sembarangan. Padi, kopi dan hasil tani kami sering dilahapnya dengan tidak sopan. Kadang dilubangi sudut-sudut penyimpanannya, kadang diambilnya sedikit-sedikit dan tercecer di jalanan menuju sarangnya, kadang juga dikencingi yang membuat simpanan kami menjadi tidak layak untuk dikonsumsi.

Atas hal itu, maka kami merekrut seekor kucing untuk menangani kasus-kasus dan kerusuhan yang membuat penghuni rumah jengkel. Memang untuk memberantas tikus-tikus ini, ada obat mujarab, berupa racun tikus mati kering, yang tidak menimbulkan bau bangkai saat mati di sembarang tempat. Namun ada kekhawatiran, nanti tikus-tikus yang terkena racun ini, bangkainya akan dipatuk-patuk ayam kami. Ini akan merugikan sekali, jika ayam-ayam kami mati satu persatu hanya karena tikus yang makannnya tidak seberapa. Lebih baik kami berbagi dengan tikus, daripada harus kehilangan ayam.

Kami memelihara kucing, selain untuk mengurus kerusuhan dalam rumah, walau kerusuhan tidak benar-benar padam, setidaknya agak terkendali, Ia adalah binatang yang menggemaskan, bisa untuk menghibur kelelahan kami sepulang dari ladang atau sawah. Sifatnya yang manja, wajahnya yang imut dan menggemaskan nmembuat kami cukup memiliki alasan untuk memelihara dan tentu menyayanginya.

Kerusuhan-kerusuhan kecil di dalam rumah sudah cukup terkendali dengan kami memelihara kucing. Namun ada ancaman kerusuhan datang dari luar rumah. Yakni tercipta atas bekerjanya kejeniusan manusia yang berelaborasi dengan keterdesakan hati; pencurian hasil tani kami dengan risiko kami kehilangan dengan sekala besar. Jika kerusuhan oleh tikus di dalam rumah, walau tidak kami kendalikan, dapat kami maklumi dan maafkan, kerena salah satu yang menyebabkannya adalah kejorokan dan ketidak-pedulian isi rumah, kerusuhan dari luar ini mengancam kami kehilangan separuh atau seluruh hasil tani kami. Jika hasil tani kami hilang, lantas menu utama dalam piring kami apa? Kami sekeluarga makan apa?

Maka ancama ini menduduki status serius, dan urgen. Kalau dibiarkan, tahu sendiri, kami akan mati kelaparan, walau semelimpah apapun hasil taninya, kami tidak bisa makan jika ancaman ini dibiarkan. Ini kalau ancaman benar-benar terjadi. Jika tidak pun, ini akan membuat kami selalu merasa was-was. Rasa was-was ini, yang membuat pikiran kami tidak tenang. Hasilnya; fokus dan keseriusan kami menggarap lahan pertanian menjadi berkurang. Akibat kekurangan ini, dasar hatinya menjadi resah, menu makan yang masuk ke perut kami membuat badan kurus tidak sehat. Ini mengancam kematian yang tidak khusnul khotimah.

Adanya ancaman yang mulai terfikir ini, kami perlu menciptakan rasa aman untuk menjamin kehidupan, dan saat kematian datang, kami mendapat kematian yang khusnul khotimah. Maka secara praktis dan subyektif, kami merekrut seekor anjing untuk menjadi benteng pertahanan kami. Atau setidaknya untuk memberi ancaman balasan kepada pengancam melalui kerusuhan dan pencurian dari luar rumah.

Kami memilih memelihara anjing, karena tidak mampu untuk membuat benteng kokoh seperti tembok besar China. Kami juga tidak mampu membayar militer sekuat Korea Utara atau USA.

Kalaupun anjing kami tidak bisa melumpuhkan ancaman yang mencoba masuk rumah kami, dengan memburu dan menggigit, setidaknya Ia bisa menggonggong cukup keras untuk memberi isyarat kepada penghuni rumah yang menunjukan adanya ancaman datang. Dengan itu kami dapat segera merespon dengan siaga.

Oleh karena anjing bukan manusia, Ia tidak bisa membedakan mana  ancaman dan mana tamu, maka kami selalu menyiapkan respon untuk keduanya. Jika tamu yang datang, maka kami segera meredamkan suara anjing, dan memintanya untuk kembali ke kandang. Jika yang digonggongi adalah pencuri, maka kami sudah siap untuk berkelahi.

Namun jika yang datang adalah tamu yang akan mencuri atau pencuri yang bertamu, bagaimana?

Ya kami siapkan pula untuk keduanya. Padamkan gongongan anjing, dan siapkan anjing untuk membantu kami berkelahi.

Untuk itu jangan larang kami memelihara anjing. Selain untuk mejaga keamanan, anjing adalah binatang yang cukup setia, selagi Ia kita beri makan rutin. Minimal pagi dan sore. Tidak perlu muluk-muluk juga memberikan makanan khusus atau vitamin tertentu, cukup apa yang kita makan, itulah yang harus anjing piaraan kita makan.

Rasa aman sudah kami miliki dengan memelihara anjing di halaman rumah. Namun kurang lengkap rasanya, jika rasa aman saja untuk berada di rumah. Sebagai manusia, untuk hidup secara layak, membutuhkan sumber inspirasi. Setidaknya inspirasi untuk pencaharian hidup.

Adanya kebutuhan ini, cukup memberi kami alasan untuk memelihara seekor burung dalam sangkar bambu. Kami memilih jenis burung kutilang. Walaupun hanya burung kutilang, kami tidak sembarangan memutuskan untuk mengambil dan memeliharanya. Pertama kami tidak mampu membeli burung perkutut atau burung-burung mahal lainnya.

Kedua, burung kutilang adalah burung yang cukup merakyat. Ia begitu dekat dengan kehidupan kami. Jenis burung ini selalu membuat sarang di pohon-pohon yang kami bisa jangkau. Kadang di pohon kopi, kadang di pohon gamal, kadang di pohon yang dirambati tanaman lada, kadang di pohon cengkih dan pohon-pohon lain yang sering kami tandangi. Dari segi makanan pun, burung ini tidak terlalu pilih-pilih. Makanan utamanya adalah buah pisang atau pepaya, yang merupakan buah konsumsi kami hari-hari. Namun Ia juga mau memakan, jika kita berikan nasi, konsentrat, jagung rebus dan makanan lain yang teksturnya lunak.

Lantas apa yang membuat inspirasi dari seekor burung kutilang?

Jawabannya tentu bukan hanya karena ocehannya yang merdu atau kehidupannya yang merakyat, yang sudah saya ceritakan barusan. Walaupun dua hal tersebut bisa menjadi pemicu untuk menimbulkan inspirasi. Paling utama adalah adanya kecintaan secara khusus tanpa adanya embel-embel fungsi tertentu seperti pada ayam, kambing, kucing dan anjing, kecuali dari sisi keindahan saja.

Inilah perlunya seni dalam kehidupan seorang manusia, setidak-tidaknya untuk pribadi dalam rumahnya, melalui burung yang Ia piara dalam sangkar. Singkatnya begitu kata orang-orang yang memelihara burung, bukan untuk komoditas ekonomi, tapi harus ada walau seekor di rumahnya.

Cukup panjang juga pejelasan persepktif pribadi saya; tentang peliharaan mendasar yang ada dalam rumah tangga. Mulai dari kebutuhan perut, ketentraman dalam rumah, jaminan rasa aman atas ancaman dari luar serta kebutuhan akan inspirasi untuk pencaharian.

Walaupun saya belum bisa sepenuhnya memenuhi semua itu, setidaknya saya sudah membaca (menggunakan perspektif pribadi saya yang sangat subjektif) dari yang dipelihara di rumah kami.

Di akhir tulisan ini saya ucapkan selamat atas pelantikan Bapak Joko Widodo dan KH. Ma’uf Amin menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024. Semoga bapak berdua dapat merepresentasikan kebutuhan Rakyat Indonesia dalam lima tahun ke depan.

0 Komentar:

Posting Komentar