Jumat, 08 Mei 2015

Cerita Tentang Obat Diskon


Beberapa waktu ini aku berkunjung ke sebuah apotek di depan kos. Apoteker dengan ramah menjamu ku dan menanyakan obat yang mau ku beli.

“Obat untuk demam, pilek, batuk dan tenggorokan sakit mbak” aku menjawab pertanyaan mbak apotekernya.

Diambilkan sebotol sirup ukuran sedang dan satu kaplet pil berbungkus silver. Merknya sama sekali tidak familiar untuk ku. Dan harganya pun lumayan, untuk kantong seorang tuna karya seperti ku ini.
“Berapa semuanya mbak”, ku tanya sambil menyiapkan uang yang ada di dalam dompet.
“mas, enten kertu member mboten mas?”, apoteker malah balik bertanya.
aku pun bingung, “karto nopo to mbak” tanya ku balik.
“ooow, tenang mas, bikinnya gratis kok, boleh pinjam KTPnya mas” jawab apoteker nyrocos sambil menggerak-gerakkan maouse komputer di hadapannya.

sambil menunggu pembuatan kartu member jadi, ku lihat-lihat sekeliling apotek. Rak-rak yang tersusun rapih, segala macam jenis obat di atasnya. Mungkin obat sakit “lapar” saja yang tidak ada di sana.
Mataku terus menyisir dari rak ke rak. Sesampainya di sudut depan berdekatan dengan diding kaca ada satu rak yang berbeda sdari yang lain. Kerlap-kerlip keemasan berhiaskan pita di stiap bungkus obat, baik yang botol, pil, oles, gosok dll. Semua yang tersusun di rak berkilau itu berpita. Karena penasaran ku tanya  ke mbak apotekernya,

“mbak, itu kenapa obatnya kok ada pita-pitanya mbak?” tanya ku heran.
“ooowh, itu lagi ada diskon mas” jawabnya sambil tersenyum agak manis.
“kita biasa mengadakai diskon obat tiap bulannya mas”, jelasnya lebih lanjut.

“oowalah, obat kok ada diskonnya to yo,,, hehheee”, sambung ku.
“lha emang kenapa mas?”, gantian mbak apotekernya yang penasaran.
sambil senyum kecut, “lha kan obat kebutuhan wong sakit to mbak, mosok yao kudu diiming-ingingne koyo dodolan rombengan karo abrag-abrag dapur”, jawab ku.
“jadi gini mas” mbak apoteker mencoba memberi pengertiannya, “sekarang orang-orang itu kesadarannya tentang kesehatan kan yo kurang, dadi perlu diiming-imingi koyo ngunu. Ben soyo okeh sing do sehat to”,..

Aku manggut-manggut, tapi juga sambil mikir. Aku hanya mbatin saja, apakah benar orang-orang sekarang kesadarannya akan kesehatan diri berkurang. Dari mana indikasi ini dia dapat, apa mbak apoteker ini sudah survei ke lapangan atau memang perusahaan tempat dia kerja yang sudah mensurvei kalau memang benar orang-orang sekarang sudah mulai hilang kesadarannya akan kesehatan. Wah, aku perlu bukti ini. Tapi kondisiku lagi mriyang, gak mungkin untuk menyeleidiki keganjilan ini dalam waktu singkat.

“mbak mbak, lha emang enek opo wong sing pengen ora sehat?”. tanya ku dengan selidik sederhana.

“yo kabeh pengen sehat to mas” jawabnya sederhana juga.
“lha terus lek kabeh ki pengene sehat, ketika sakit mesti sing digolek kan yo obat to” selidikku lebih lanjut. “dadi obat kan kebutuhan, kebutuhan wong sakit to mbak” tegasku.

Apoteker itu melirik ku dengan sedikit kecurigaan sambil tetap sibuk dengan urusan member card apotek.

“lha terus maksud dan fungsine diskon nggo obat kui piye mbak”. tanya ku kembali sambil mengambil KTP yang sudah tidak digunakan lagi.
“ya untuk menyadarkan masyarakat tentang kesehatan dan berobat mas” jawabnya tegas.
“ooowh, iya mbak, semoga orang-orang yang kesadarannya akan kesehatan berkurang itu segera digenapka yo, hehhee” jawabku dengan santai. “ben gak ono wong sakit meneh yo mbak”, imbuh ku dengan penuh canda.

Manajemen pemasaran yang menggunakan metode 'diskon sekarang sudah digunakan di semua produk pasaran, baik berupa barang maupu jasa. Dalam konteks di atas, kalau memang perusahaan obat tersebut mendiskonkan obat-obat produknya itu sebagai wujud untuk meringankan mereka yang sedang sakit-ingin sembuh akan teptapi tidak punya cukup biaya, sungguh itu mulia sekali. Semoga perusahaannya dilanggengkan dan dilancarkan dalam memproduksi obat-obatnya, dimudahkan dalam mencari bahan bakunya.

Namun, jika perusahaan itu menyerang pasaran hanya agar obatnya laku, agar tidak rugi atau agar produksifitasnya meningkat supaya keuntungan semakin besar, dan pemilik saham pun puas, para karyawan juga senang dengan pembagian satu persen dari keuntungan perusahaan. Semoga saja ada kebaikan di sana dan semua yang bersangkutan mendapatkan kebaikan sekehendak Tuhannya. Amiin.

0 Komentar:

Posting Komentar