Sebuah judul, selain untuk daya
tarik, ekspresi seni dan pantes-pantes, salah satunya merupakan representasi
dari penjelasan yang ada di bawahnya, di dalamnya atau yang dilingkupinya.
Namun jangan berburu prasangka dahulu dengan judul di atas.
Walau tersebut kata; Negara,
namun di sini tidak akan ada penjelasan tentangnya. Pembaca tentu lebih
terpelajar untuk menjelaskannya sendiri.
Di bawah ini akan lebih banyak
kenarsisan saya dalam keluarga. Narsis karena cerita ini sepenuhnya hanya dalam
persepektif saya sendiri.
Dalam keluarga saya, walau tidak
banyak tapi ada beberapa yang dipelihara. Diantaranya ada ayam, itik, kambing, kucing,
anjing, juga burung.
Selain hewan piaraan, keluarga
juga memelihara beberapa tanaman. Ada yang di kebun, pekarangan, taman, dan
ruang-ruang lain yang layak untuk tanaman tumbuh. Mulai dari tanaman yang diambil
untuk sayur, buah, sampai untuk hiasan juga
ada.
Sebuah keluarga memerlukan peliharaan,
apapun yang dipelihara, karena beberapa hal. Di sini akan saya jelaskan melalui
peliharaan yang ada dalam keluarga saya.
Paling pokok yang harus dipelihara
adalah ayam, itik atau sejenisnya dan tanaman. Hal ini diperlukan bahkan kami
haruskan karena ayam dan beberapa tanaman sayur dan buah merupakan yang harus terpenuhi
untuk kebutuhan kami sehari-hari. Yakni kebutuhan akan perut yang, jangan
sampai kelaparan.
Kami menanam padi, kopi,
singkong, lada, cengkih, pala dan jenis komoditas pertanian lain, tidak lain
untuk konsumsi pokok sehari-hari. Untuk menu utama di dalam piring kami. Juga dengan
ayam, dan sejenisnya, dan tanaman sayur, walau bukan untuk pemenuhan menu utama
dalam piring kami, tapi keberadaannya menunjang, menjadi manu utama kelas dua
dalam piring kami. Karena, tanpa menu kelas dua ini, menu utama agak susah tertelan
ke dalam perut kami yang belum cukup kelaparan.
Dari ayam, itik dan sejenisnya,
hingga tanaman komoditas pertanian, yang kami pelihara adalah bentuk dari sumber
perekonomian yang, keluarga kami upayakan.
Kami juga memelihara kambing. Sesuai
dengan filosofi dalam pemeliharaan kambing, yang sering digunakan sebagai
simbol pendidikan bagi beberapa agama (sejauh ini saya menemukan agama Nasrani
dan Islam yang menggunakan filosofi ini), begitu juga dalam keluarga kami. Memelihara
kambing adalah bentuk tabungan untuk biaya pendidikan generasi mudanya. Di mana
proses pengasuhannya dilakukan langsung oleh yang sedang menempuh pendidikan. Sewaktu
SMP saya memelihara dua ekor kambing untuk biaya SPP, Seragam dan biaya
transportasi serta jajan di sekolah.
Biaya pacaran, termasuk di dalam
anggaran pemeliharaan kambing ini. Karena dulu, jika itu bisa dianggap pacaran,
saya atur sedemikian rupa untuk digabungkan dengan biaya transportasi dan
jajan. Saya lupa detil pembagiannya, dulu bagaimana.
Dari memelihara kambing, kami menjadi
memiliki jaminan untuk pendidikan bagi generasi kami. Artinya, memelihara
kambing di sini adalah untuk sumber ekonomi khusus yang tidak boleh diganggu
gugat untuk keperluan lain, kecuali sangat mendesak. Itu pun harus dengan
catatan; diganti senilai harga pendidikan jika sudah jatuh tempo.
Dengan beberapa peliharaan ini, penghuni
rumah sudah cukup riuh mengurusnya. Ada ayam yang harus diberi makan, tanaman
yang harus selalu diperhatikan; kapan disiangi, kapan disirami, kapan disulami
dan tentu kapan untuk dipanen. Ditambah dengan kambing yang setiap pagi dan sore
menuntut untuk kami berikan rumput segar.
Waktu kami untuk mengurus peliharaan
yang ada, membuat tenaga cukup terkuras. Sehingga ada beberapa hal, atas keriuhan
ini, tidak dapat kami tangani sendiri. Dengan sadar kami mengetahui itu. Yakni
adanya tikus di dalam rumah yang sering makan sembarangan. Padi, kopi dan hasil
tani kami sering dilahapnya dengan tidak sopan. Kadang dilubangi sudut-sudut penyimpanannya,
kadang diambilnya sedikit-sedikit dan tercecer di jalanan menuju sarangnya,
kadang juga dikencingi yang membuat simpanan kami menjadi tidak layak untuk
dikonsumsi.
Atas hal itu, maka kami merekrut
seekor kucing untuk menangani kasus-kasus dan kerusuhan yang membuat penghuni
rumah jengkel. Memang untuk memberantas tikus-tikus ini, ada obat mujarab, berupa
racun tikus mati kering, yang tidak menimbulkan bau bangkai saat mati di sembarang
tempat. Namun ada kekhawatiran, nanti tikus-tikus yang terkena racun ini,
bangkainya akan dipatuk-patuk ayam kami. Ini akan merugikan sekali, jika
ayam-ayam kami mati satu persatu hanya karena tikus yang makannnya tidak seberapa.
Lebih baik kami berbagi dengan tikus, daripada harus kehilangan ayam.
Kami memelihara kucing, selain
untuk mengurus kerusuhan dalam rumah, walau kerusuhan tidak benar-benar padam,
setidaknya agak terkendali, Ia adalah binatang yang menggemaskan, bisa untuk menghibur
kelelahan kami sepulang dari ladang atau sawah. Sifatnya yang manja, wajahnya
yang imut dan menggemaskan nmembuat kami cukup memiliki alasan untuk memelihara
dan tentu menyayanginya.
Kerusuhan-kerusuhan kecil di
dalam rumah sudah cukup terkendali dengan kami memelihara kucing. Namun ada
ancaman kerusuhan datang dari luar rumah. Yakni tercipta atas bekerjanya kejeniusan
manusia yang berelaborasi dengan keterdesakan hati; pencurian hasil tani kami dengan
risiko kami kehilangan dengan sekala besar. Jika kerusuhan oleh tikus di dalam
rumah, walau tidak kami kendalikan, dapat kami maklumi dan maafkan, kerena
salah satu yang menyebabkannya adalah kejorokan dan ketidak-pedulian isi rumah,
kerusuhan dari luar ini mengancam kami kehilangan separuh atau seluruh hasil
tani kami. Jika hasil tani kami hilang, lantas menu utama dalam piring kami
apa? Kami sekeluarga makan apa?
Maka ancama ini menduduki status
serius, dan urgen. Kalau dibiarkan, tahu sendiri, kami akan mati kelaparan,
walau semelimpah apapun hasil taninya, kami tidak bisa makan jika ancaman ini
dibiarkan. Ini kalau ancaman benar-benar terjadi. Jika tidak pun, ini akan membuat
kami selalu merasa was-was. Rasa was-was ini, yang membuat pikiran kami tidak tenang.
Hasilnya; fokus dan keseriusan kami menggarap lahan pertanian menjadi berkurang.
Akibat kekurangan ini, dasar hatinya menjadi resah, menu makan yang masuk ke perut
kami membuat badan kurus tidak sehat. Ini mengancam kematian yang tidak khusnul
khotimah.
Adanya ancaman yang mulai terfikir
ini, kami perlu menciptakan rasa aman untuk menjamin kehidupan, dan saat kematian
datang, kami mendapat kematian yang khusnul khotimah. Maka secara praktis dan
subyektif, kami merekrut seekor anjing untuk menjadi benteng pertahanan kami.
Atau setidaknya untuk memberi ancaman balasan kepada pengancam melalui kerusuhan
dan pencurian dari luar rumah.
Kami memilih memelihara anjing,
karena tidak mampu untuk membuat benteng kokoh seperti tembok besar China. Kami
juga tidak mampu membayar militer sekuat Korea Utara atau USA.
Kalaupun anjing kami tidak bisa melumpuhkan
ancaman yang mencoba masuk rumah kami, dengan memburu dan menggigit, setidaknya
Ia bisa menggonggong cukup keras untuk memberi isyarat kepada penghuni rumah
yang menunjukan adanya ancaman datang. Dengan itu kami dapat segera merespon dengan
siaga.
Oleh karena anjing bukan manusia,
Ia tidak bisa membedakan mana ancaman
dan mana tamu, maka kami selalu menyiapkan respon untuk keduanya. Jika tamu
yang datang, maka kami segera meredamkan suara anjing, dan memintanya untuk kembali
ke kandang. Jika yang digonggongi adalah pencuri, maka kami sudah siap untuk berkelahi.
Namun jika yang datang adalah
tamu yang akan mencuri atau pencuri yang bertamu, bagaimana?
Ya kami siapkan pula untuk keduanya.
Padamkan gongongan anjing, dan siapkan anjing untuk membantu kami berkelahi.
Untuk itu jangan larang kami memelihara
anjing. Selain untuk mejaga keamanan, anjing adalah binatang yang cukup setia,
selagi Ia kita beri makan rutin. Minimal pagi dan sore. Tidak perlu muluk-muluk
juga memberikan makanan khusus atau vitamin tertentu, cukup apa yang kita
makan, itulah yang harus anjing piaraan kita makan.
Rasa aman sudah kami miliki dengan
memelihara anjing di halaman rumah. Namun kurang lengkap rasanya, jika rasa
aman saja untuk berada di rumah. Sebagai manusia, untuk hidup secara layak, membutuhkan
sumber inspirasi. Setidaknya inspirasi untuk pencaharian hidup.
Adanya kebutuhan ini, cukup memberi
kami alasan untuk memelihara seekor burung dalam sangkar bambu. Kami memilih jenis
burung kutilang. Walaupun hanya burung kutilang, kami tidak sembarangan memutuskan
untuk mengambil dan memeliharanya. Pertama kami tidak mampu membeli burung perkutut
atau burung-burung mahal lainnya.
Kedua, burung kutilang adalah
burung yang cukup merakyat. Ia begitu dekat dengan kehidupan kami. Jenis burung
ini selalu membuat sarang di pohon-pohon yang kami bisa jangkau. Kadang di
pohon kopi, kadang di pohon gamal, kadang di pohon yang dirambati tanaman lada,
kadang di pohon cengkih dan pohon-pohon lain yang sering kami tandangi. Dari segi
makanan pun, burung ini tidak terlalu pilih-pilih. Makanan utamanya adalah buah
pisang atau pepaya, yang merupakan buah konsumsi kami hari-hari. Namun Ia juga
mau memakan, jika kita berikan nasi, konsentrat, jagung rebus dan makanan lain
yang teksturnya lunak.
Lantas apa yang membuat inspirasi
dari seekor burung kutilang?
Jawabannya tentu bukan hanya karena
ocehannya yang merdu atau kehidupannya yang merakyat, yang sudah saya ceritakan
barusan. Walaupun dua hal tersebut bisa menjadi pemicu untuk menimbulkan
inspirasi. Paling utama adalah adanya kecintaan secara khusus tanpa adanya embel-embel
fungsi tertentu seperti pada ayam, kambing, kucing dan anjing, kecuali dari
sisi keindahan saja.
Inilah perlunya seni dalam kehidupan
seorang manusia, setidak-tidaknya untuk pribadi dalam rumahnya, melalui burung
yang Ia piara dalam sangkar. Singkatnya begitu kata orang-orang yang memelihara
burung, bukan untuk komoditas ekonomi, tapi harus ada walau seekor di rumahnya.
Cukup panjang juga pejelasan persepktif
pribadi saya; tentang peliharaan mendasar yang ada dalam rumah tangga. Mulai
dari kebutuhan perut, ketentraman dalam rumah, jaminan rasa aman atas ancaman
dari luar serta kebutuhan akan inspirasi untuk pencaharian.
Walaupun saya belum bisa sepenuhnya
memenuhi semua itu, setidaknya saya sudah membaca (menggunakan perspektif pribadi
saya yang sangat subjektif) dari yang dipelihara di rumah kami.
Di akhir tulisan ini saya ucapkan
selamat atas pelantikan Bapak Joko Widodo dan KH. Ma’uf Amin menjadi Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024. Semoga bapak berdua
dapat merepresentasikan kebutuhan Rakyat Indonesia dalam lima tahun ke depan.