Selasa, 28 November 2017

Biji-biji Sepi

Biji-biji Sepi


Kau tahu, bagaimana kopi merajut sepi? Dirosting dengan bara api kerinduan, menguapkan kandungan cinta yang berlebihan. Kering, dan menghitam serupa arang tanpa pernah membara. Hingga benar-benar renyah ditumbuk, kehalusan bisu menyimpan serbuk kenangan dalam toples-toples memori yang berbaris. Sesendok takar diolah dengan berbagai cara, seduh, didih, uap, suling menjadi cairan hitam kemerahan kaya rasa. Dituang dari hati, menggenang di cangkir. Menguapkan aroma dan rasa yang membangkitkan syaraf-syaraf kenangan dalam ketenangan berfikir. 

Lantas bangkit gairah, membuka mata menembus kehitaman permukaan cangkir yang sedang hangat mengepul. Sesesap hukum bernouli membawa fluida hitam panas melalui padang rasa yang mengecap-kecapkan setiap partikel kenangan. Dan membubung ke angkasa bersama awan-awan koloidal yang memancarkan seberkas mentari diantara sisa hujan yang tak tuntas. Menari, melompat ke sana ke mari, mencari susunan pelangi. Dengan tinta di genggaman penanya, merangkai susunan warna dengan kata yang tak pernah sampai di udara. 

Sore ini, bersama sisa hujan, kurangkai biji-biji sepi yang hitam tanpa pernah membara ke dalam cangkir kenangan. Tak ada suatu harapan, selain dari legam ketenangan dalam dada. Hangatnya mencairkan dingin buah fikir, lalu menguap bersama aroma dan rasa. Menjadikannya warna-warni di langit malam, menguwung rembulan dengan cerah wajahmu. 

0 Komentar:

Posting Komentar