Merenungi Lautan Cinta Sunyi Ayahanda
Lautan.
Adakah ayahanda, yang tak engkau?
Tenang, dalam gejolak sepi. Berbagai rona
wajah datarmu. Sembunyikan asam, garam, rasa
dalam dada. Mengharu. Biru digulung. Ombak dan badai,
merasai jantung, dengum degam. Dicengkeram akar, halilintar
kegetiran. Dari pangkal, gelap, awan mendung melontar
guruh. Menggelegar, keberanian pecahkan galai,
pengkhianat. Kebenaran, pada wajah langit, taungmu.
'Ku arungi luas, wawasmu yang tak bertepi.
Di jinak diri, bergunung-gemunung, berpulau-pulau
perlahan tenggelam. Ditelan cakrawala, pandangmu bertemu mata.
Kaki langit mengitari 'ku. Sendiri, merengkuh dayung, mengayuh sunyi.
'Ku selami kedalaman. Menungmu jauh melorong, Kelam
tak berdasar. Di dangkal diri, beriak-riak, mengeruh-riuh.
Seketika lenyap, dilumat ombak. Kearifanmu
mendebur. Bertemu, bibir tanjungku yang angkuh, membisu.
Di puncak, ketinggian hati. Memecah, tebing terjal. Berbatuku.
Luruh berkeping-keping, hanyut diseret arus. Ketegasan
menggulatku, gigih. Merimba, lebur ke dalam palung. Hati
terdalam mencari senyawa. Keramat tersembunyi lelaki.
Ayahanda,
adakah lautan, yang tak engkau?
Mendidik naluri. Bernurani
merenungi gejolak. Sunyi
dari kaki. Hingga hamparan langit, yang menaungi
pusaran. Rimba terkeramat, dalam palung hati.
Mayoe
Yogyakarta, 14 November 2017
0 Komentar:
Posting Komentar