Selasa, 21 November 2017

Dengarkan Ceritaku

Dengarkan Ceritaku

Di pelosok desa Halmahera sana, signal hp itu susahnya minta ampun. Untuk sekedar memberi dan mencari kabar sanak keluarga di Jawa saja, butuh banget perjuangan ekstra. Perlu naik perahu. Mendayung dengan penerangan senter di kepala. Jangan dipikir air lautnya tenang, seperti danau-danau buatan di Jawa. Walaupun tak terlalu besar, tapi tidak bisa dibilang kecil. Dan aku Jawa, gunung pula. Tak biasa dengan laut, apalagi akrab dengan perahu. Pokoknya butuh cinta dan tenaga. Karena signal hanya ada di titik-titik dan waktu-waktu tertentu saja. Gak setiap tempat dan saat ada. Gak sama lah dengan di Jawa. Signal selalu ada dan penuh sampai ke pelosok desa.

Sekarang aku sudah di Jawa. Tapi kenapa untuk memberi dan mencari kabarmu masih susah juga. Padahal hanya ingin memberi kabar. Kopiku belum lagi habis. Tapi sudah dingin, bersama dengan senyummu. Hilang hangatnya. Mungkin dihisap waktu, atau juga lainnya.

Dan ingin juga kucari kabar. Masih tentang senyum. Apa masih bisa kau hangatkan kembali. Gak usah ditambah, juga hangatnya. Cukup sampai hangat sediakala. Di bibir yang mudah rekah, menjatuhkan senyum ke dalam cangkir kopiku. Rasa dan hangatnya pas. Tidak kurang atau lebih.

Karena saraf-saraf rasa ku sudah mendesak dan menuntut candumu. Jika ku sesap juga yang telah dingin ini dan menelannya begitu, sesampainya di dada,dinginnya menusuk-nusuk. Membuat rasa nyeri yang menjalar sampai kepala. Dan jalarannya itu, meninggalkan perih yang membilur.

Mayoe, 2017

0 Komentar:

Posting Komentar